PSIKOLOGI KESEHATAN
A. Latar
Belakang
Sejak dahulu, masalah mind-body problem (masalah pikiran
dan tubuh) selalu menjadi pembicaraan yang menarik dan menimbulkan banyak
perdebatan. Ada yang berpendapat bahwa pikiran mempengaruhi tubuh dan begitu
pula sebaliknya. Di lain pihak, klaim bahwa pikiran dan tubuh merupakan
dualisme, yaitu hal yang terpisah dan tidak saling berkaitan juga santer
dikemukakan.
Berbicara tentang pikiran dan tubuh tentu sangat
berhubungan dengan psikologi kesehatan. Apa itu psikologi kesehatan atau health psychology? Sebelum berbicara
psikologi kesehatan, kita harus tahu dulu salah satu kata penyusun kalimat
tersebut, yaitu kesehatan. Kesehatan secara negative dapat diartikan sebagai
ketiadaan tanda-tanda sakit, penyakit, malfungsi, atau cedera badaniah (Birren
dan Zarit, 1985). Dan secara positif dapat diartikan sebagai keberadaan
kesejahteraan, kekuatan dalam tubuh dan pikiran, kualitas hidup yang baik, dan
kebiasaan kebiasaan yang mendukung kesehatan itu sendiri.
Dewasa ini, dalam menentukan sakit tidaknya seseorang
tidak semudah yang kita bayangkan, karena banyak faktor yang mempengaruhi dan
terlibat di dalamnya. Banyak orang berpendapat bahwa sehat tidaknya seseorang
itu ditentukan oleh biologisnya. Tetapi kenyataannya tidak hanya itu saja, bagaimana
orang mempersepsikan dirinya sendiri dan kemampuannya juga penting. Banyak
orang yang merasa dirinya sakit padahal tidak, di lain pihak banyak pula orang
yang memiliki kekuatan mental untuk melawan keadaan fisiologis bahwa ia sakit.
Ranah psikologi kesehatan adalah tempat dimana faktor-faktor subjektif dan gaya
hidup dalam penetapan sehat dan sakit berada.
Lantas apa sebenarnya psikologi kesehatan itu? Rodin dan
Stone (1987) berpendapat bahwa psikologi kesehatan ialah semua aspek psikologi yang berhubungan
dengan pengalaman sehat dan sakit serta perilaku yang memengaruhi status
kesehatan. Ini termasuk penelitian dasar tentang berbagai mekanisme fisiologis
yang mengaitkan berbagai kejadian lingkungan dengan hasil-hasil kesehatan,
termasuk penelitian laboratoris pada subjek manusia dan binatang.
B. Sejarah
singkat
Psikologi
kesehatan merupakan bidang baru, baru muncul sekitar tahun 1980-an, dan bidang
ini berakar dari psychosomatic medicine (ilmu
kedokteran psikosomatis) dan Behavioral
medicine (ilmu kedokteran perilaku). Ilmu kedokteran psikosomatis muncul
paling pertama, yaitu sekitar tahun 1939. Bidang ini beranggapan bahwa
penyakit-penyakit fisik, seperti tekanan darah tinggi, uclers, dan asma
disebabkan oleh konflik-konflik tak sadar. Berbeda pendapat dengan para
psikoanalisis dengan ketidaksadarannya, para kaum behavioris bersatu dan
membentuk gerakan bernama behavioral medicine pada tahun 1970-an. Semakin tahun
kedua ini memunculkan pemikiran-pemikiran baru, dan akhirnya pada tahun 1980-an
lahirlah psikologi kesehatan, dan terus menerus berkembang hingga sekarang.
C. Model
Biomedis dan Biopsikososial
Dahulu
teori tentang kesehatan dan penyakit yang sangat dominan adalah model biomedis. Model ini berasumsi
bahwa gangguan-gangguan fisiologis berkembang dari dasar fisik dan tidak
berkaitan dengan psikologis dan sosial. Seiring berjalan waktu, bermunculan
kritikan-kritikan tentang teori ini, lalu muncul lah sebuah paham baru, paham
yang menganggap bahwa sakit atau penyakit berakar dari banyak faktor dan
merupakan interaksi antara fisiologis, psikologis, dan sosial, selanjutnya
paham ini dinamakan model biopsikososial.
D. Faktor-faktor
yang menyebabkan gangguan kesehatan
1.
Genetik
Tidak
ada yang meragukan genetic sebagai salah satu penyebab terjadinya suatu
gangguan kesehatan. Faktor keturunan ini cukup mempengaruhi rentan-tidaknya
seseorang terjangkit penyakit tertentu, terutama yang kronik.
2.
Stres
Dalam
menjalani kehidupan, tentu setiap manusia tidak bias lepas dari tantangan,
cobaan, dan masalah. Dan dalam perjalanannya tidak jarang seseorang harus
mendapat masalah yang berat dan jika tidak mampu mengatasi nya akan timbul
stress dan depresi. Stres tidaknya seseorang ternyata berpengaruh terhadap
kerentanan terhadap penyakit. Seseorang yang sedang mengalami stress lebih
mudah terjangkit penyakit karena kekebalan tubuh otomatis menurun.
3.
Dukungan sosial
Dukungan
sosial sedikit banyak juga berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Orang yang
mendapat kasih sayang dan dukungan sosial baik itu dari teman, pasangan, maupun
keluarga, akan lebih kebal terhadap gangguan kesehatan, begitu pula sebaliknya.
4.
Stategi coping
Cara
seseorang menanggapi dan menyelesaikan masalah juga berpengaruh. Sebagai
contoh, ketika dihadapkan pada kasus pemecatan dan kehilangan pekerjaan,
sebagian orang akan mengalami depresi dan mengalami perubahan perilaku menjadi
seorang pemabuk, perokok berat, pola makan tidak teratur, dan sebagainya.
E. Asesmen
dalam psikologi kesehatan
Psikologkesehatan klinis merancang
beberapa alat asesmen untuk digunakan secara khusus pada pasien-pasien medis.
Ini termasuk berbagai macam kusioner umum, inventori gejala, wawancara
terstruktur, alat-alat asesmen spesifik yang terkait dengan berbagai macam topic,
seperti dukungan sosial, optimism dan kualitas hidup dan formulir-formulir
pemantauan diri. Kuesioner umum yang sering digunakan adalah the 90-Item Shymtom Checklist (SCL-90) dan
revisinya, SCL-90R (Derognatis,1977,Derocnatis,Lipman dan Covi,1979). Keduanya
dikembangkan untuk mengukur prikopatologi pada pasien rawat jalan psikiatrik
maupun medic. Yang lain adalah Millon
Behavioral Health Inventory (MBHI,Green,1985,Millon,Green dan Meagher,
1982) digunakan untuk penanganan untuk berbagai gangguan fisik. MBHI terdiri
dari atas 20 skala klinis untuk mendapatkan informasi tentang gaya pribadi
individu dalam berinteraksi.
F.
Prosedur Penanganan Psikologis
Pendekatan utama pada penanganan
psikologis : self-monitoring, biofeedback, relaksasi, dan edukasi.
1. Self-monitoring
1. Self-monitoring
Dalam upaya meningkatkan kepatuhan,
psikolog kesehatan sering kali melibatkan pasien dalam penanganan terhadap
dirinya. Salah satu metode untuk itu melibatkan self-mentoring melalui
penggunaan pemantauan diri terlapis mungkin akan dapat melihat pola pengerahan
usaha yang terlalu tinggi dan pengobatan yang diikuti dengan peningkatan
laporan kesakitan dan imobilisasi.
2. Biofeedback
Melibatkan penggunaan peralatan mekanik
dan seringkali juga melibatkan penggunaan computer, untuk membantu individu
dalam menguasai berbagai proses fisiologis. Biofeedback sebagai alat bantu “high tech” (berteknologi tinggi) yang
menjajikan dalam mengontrol proses-proses tak sadar, memperoleh banyak
perhatian dan popularitas segera setelah alat ini diperkenalkan pada 1969 dan
dengan cepat tersebar luas di seluruh dunia (Hatch dan Riley, 1985; Moss,1999).
Biofeedbac telah digunakan untuk berbagai macam masalah klinis, seperti
insomnia, deficit atensi (kesulitan untuk memusatkan perhatian), tekanan darah
tinggi, sakit kepala dan kecemasan.
3. Latihan
Relaksasi
Latihan relaksasi dianggap sebagai
bagian esensial dari penanganan oleh kebanyakan psikologi kesehatan. Tiga jalur relaksasi yang popular diaphragmatic breathing (pernafasan
diafragmatik),progressive muscle relaxation
(relaksasi otot progesif), dan cue-controlled
relaxation (relaksasi dikontrol isyarat). Pada diaphragmatic breathing individu diperintahkan untuk mengambil
nafas dalam yang terkontrol, yang bermula di abdomen. Pernafasan dalam ini
dirancang untuk menciptakan perubahan fisiologis, seperti menurunkan detak
jantung dan tekanan darah, dan meningkatjan oksigensi darah. Pada progressive muscle relaxation orang mempelajari sebuah progam bernaskah yang
melibatkan serangkaian pelatihan peregangan dan perelaksasian otot. Individu
diinstruksikan untuk berkonsentrasi pada perasaan relaksasi untuk membuat
dirinya lebih mengenali pengalaman saat otot-otonya dalam keadaan relaks.
Metode lainnya, cue-controlled relaxation
m,elibatkan paradigm pengondisian klasik yang memasangkan kata tertentu (
missal “relaks” dan “tenang”) dengan penghembusan nafas atau pelepasan tegangan
dalam pernapasan diafragmatik dan PMR.
4.
Edukasi
Latihan relaksasi sering disertai dengan
penjelasan tentang stress dan bagaimana manusia meresponnya. Karena banyak
orang tidak memiliki informasi tentang masalah-masalah fisiknya maka salah satu
tujuanpekerja kesehatan klinis adalah memberikan edukasi kepada pasiennya
NEUROPSIKOLOGI
Neuropsikologi
klinis adalah bagian psikologi terapan yang berhubungan dengan bagaimana
perilaku dipengaruhi oleh cedera dan disfungsi otak.
Dan seorang yang ahli dalam Neuropsikologi
adalah Neuropsikolog klinis.
·
Perbedaan antara Neurolog dan
Neuropsikolog klinis
Meskipun
nama dan focus lapangan pekejaan terbilang mirip, namun Neurolog dan
Neuropsikolog klinis merupakan sesuatu yang berbeda. Neurolog sendiri ialah ahli syaraf dan
Neuropsikolog klinis biasanya merupakan psikolog klinis yang mendapat latihan
dan pengalaman tambahan tentang hubungan antara otak dan perilaku.
·
Sejarah singkat
Studi
mengenai perubahan-perubahan perilaku yang menyertai cedera pada bagian-bagian
tertentu otak memiliki sejarah panjang.
Contoh awalnya adalah barang-barang
peninggalan mesir kuno yang berangka tahun 3000-2500 SM. Disana dideskripsikan
fitur-fitur fisik otak dan contoh-contoh kasus, termasuk saran-saran
penanganya. Galen (130-200 M) , seorang dokter di Kekaisaran Romawi, menganani
gladiator yang cedera. Dalam peranya inilah ia melakukan observasi-observasi
yang menghasilkan beberapa pengetahuan tentang hubungan berbagai tipe trauma
dengan perubahan-perubahan prilaku yang mengikutinya.
Beralih
ke zaman yang lebih modern, pada 1891 Paul Broca mengembangkan teori-teori
penting tentang penemuan kasus “Tan”. Tan adalah seorang pasien yang kehilangan
kemampuan bicaranya selama 20 tahun sebelum kematianya, ternayata terdapat lesi
di otak kirinya, dan tempat keberadaan lesi tersebut disebut Broca area.
Dengan
penemuan inilah Broca mampu meyakinkan bahwa berbagai bagian otak memang memiliki
keterampilan atau kemampuan tertentu.
Karya
termasyur Broca lainya ialah kasus Phineas Gage (Barber, 1995) .Gage , seorang
karyawan perusahaan kereta api yang ulet dan seorang pengawas yang disegani,
mengalami kecelakaan.
Sebuah batangan mirip tombak menembus tulang
tengkoraknya, masuk selalui pipinya dan keluar didekat bagian belakang matanya,
dan keluar di dekat tulang ubun-ubunya.
Meskipun ia selamat,
tetapi kemudian tampak perubahan drastic dalam kepribadian dan perilakunya.
Beberapa
Neuroanatomi dasar
1.
Ikhtisar tentang Sistem saraf
Sistem
saraf dibagi menjadi dua bagian utama, central nervous system (CNS / sitem
saraf pusat) dan perihepal nervous system) system saraf tepi. Sistem saraf
pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf tepi terdiri
atas system saraf somatic dan otonom meliputi semua struktur saraf di luar otak
dan sumsusm tulang belakang, misalnya serabut-serabut saraf yang mengantarkan
informasi dari reseptor indra di kulit atau serabut-serabut saraf yang berada
dalam otot-otot.
2.
Batang otak
Batang
otak miri seperti stasiun pemancar yang sangat besar dengan kelompok-kelompok
neuron yang membawa sinyal –sinyal diantara belahan otak dan sumssum tulang
belakang.
3.
Korteks
Pemrosesan
pengelihatan dan interprestasi yang terbatas terjadi dalam lobus oksipital.
Fungsi pendengaran pasa lobus temporal . kesadaran badaniah dan intergrasi
multi indrawi terutama terjadi pada lobus parietal.
Asesmen
Neuropsikologis
Secara
historis, upaya awal para psikolog untuk menghasilkan sebuah tes tunggal untuk
kerusakan otak atau “organicity”,
tampaknya sangat terbatas, kalau tidak, salah-arah. Banyak tes neuropsikologis
awal yang beberapa tes tunggal, misalnya tes ingatan-visual, tes kemampuan
visual-motorik, dan tes kemampuan spasial. Tes semacam ini memang menghasilkan
integritas dari fungsi-fungsi tertentu tetapi mengabaikan fungsi-fungsi yang
sangat penting seperti bahasa, membaca, tipe-tipe ingatan lainnya, problem-solving yang kompleks, dan
lain-lain.
Asesment
neuropsikologis biasanya terjadi dalam kaitannya dengan pemeriksaan
neuropsikologis. Pemeriksaan ini dilakukan oleh oleh seorang neuropsikolog yang
memeriksa fungsi-fungsi seperti refleks, koordinasi mata-tangan, dan feeling in extremities. Asesment neuropsikologis berusaha
mengevaluasi berbagai fungsi dan disfungsi kognitif, emosional, atau motorik.
Dengan tujuan untuk menetapkan seberapa jauh cedera pasien dan memfasilitasi
rencana penanganan yang optimal . menetapkan lokasi dan progresi cedera atau
penyakit menjadi sebagian maksud asesmen neuropsikologis.
Paruh
kedua abad ke-20 menjadi saksi bagi perkembangan teknik-teknik neuroimaging. Pemindaian CAT menggunakan
sinar X. MRI menggunakan frekuensi-frekuensi radio yang tidak berbahaya untuk
menciptakan gambar-gambar otak. PET menggunakan larutan bersifat sedikit
radioaktif dengan cara disuntikkan untuk mengkaji aktivitaas metabolik otak.
Sejak ditemukan pada 1920-an, psikolog tertarik pada electroencephalography (EEG), sebuah cara untuk merekam aktivitas
elektrik otak (“gelombang otak”) dari kabel-kabel yang dilekatkan ke permukaan
kulit kepala.
APA
(1985) telah menetapkan standar-standar yang sesuai untuk pengembangan dan
penggunaan semua tes psikologi, termasuk isu-isu validitas, reliabilitas, dan
norma-norma.
Batere Tes-Reitan.
Yang paling terkemuka diantara batere-batere tes standar adalah hasil kerja
Ralph Reitan dan rekan-rekan sekerjanya. Reitan mengembangkan tiga macam
batere, masing-masing untuk orang dewasa, anak-anak yang lebih tua, dan
anak-anak yang lebih muda. Setiap batere kira-kira berisi 10 prosedur, banyak
diantaranya yang memperoleh beberapa hasil atau indikator. Validasi prosedur
Reitan pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua sangat impresif. Mereka
adalah contoh-contoh neuropsikolog yang mampu memprediksi lokasi tumor dengan
tepat sebelum dilakukan pemeriksaan postmortem (pasca kematian) atau menemukan
lesi-lesi yang diketahui melalui prosedur CAT-scan. Reitan berikeras bahwa
hasil-hasil neuro
psikologis
harus dievaluasi berdasarkan empat macam metode penyimpulan :
1.
Level
of performance. Seberapa baikkah orang ini bila
dibandingkan dengan orang normal yang seumur dengannya dan tidak terhendaya ?
2.
Patterns
of performance. Apakah pasien memiliki daerah-daerah decrement (daerah yang mengalami kemunduran
atau penurunan) atau inefisiensi tertentu yang tidak dapat dijelaskan dengan
mudah ?
3.
Right-left
comparisons. Apakah peforma sisi-kakan dan peforma
sisi-kiri saling berhubungan secara normal ? peforma relatif tangan kanan dan
tangan kiri, yang masing-masing mencerminkan performa relatif dari belahan otak
kanan dan kiri, diketahui melalui pengalaman.
4.
Pathognomonic
signs. Apakah ada tanda-tanda dalam rekaman yang bersifat
patognomonik, atau menunjukkan indikasi yang kuat akan adanya masalah-masalah organik?
Tanda-tanda itu dapat berupa melakukan kesalahan yang jelas dalam mengerjakan
tugas verbal yang mudah, dalam menulis namanya sendiri, atau dalam menyalin
gambar sederhana. Perseverasi (pengulangan yang tidak perlu) dan melupakan
instruksi juga merupakan tanda yang signifikan.
Pendekatan-pendekatan
lainnya. Batere lain yang luas digunakan dalam evaluasi
neuropsikologis adalah Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). Selain
pentingnya mengevaluasi fungsi inteligensi sacara umum di kebanyakan kasus neuropsikologis,
ada indikasi-indikasi yang berguna dalam hasil-hasil wechsler pada
fungsi-fungsi kognitif spesifik.
Batere lainnya dalah
batere Golden. Strateginya adalah dengan mendesign dan memvalidasi sebuah
batere dari tugas-tugas terkuantifikasi untuk merefleksikan sebuah skema
konseptual otak yang dikemukakan oleh Luria, neuropsikolog pioner dari Rusia.
Jadi bila menggunakan
sebuah fixed battery, neuropsikolog
memberikan serangkaian tes komprehensif yang sama kepada setiap pasien.
Sebaliknya, asesment neuropsikologis yang menggunakan flexible battery melibatkan pemilihan tes-tes yang bergantung pada
pertanyaan rujukannya dan pada observasi langsung terhadap peforma pasien.
Kadang-kadang, bahkan
sebelum terjadinya cedera atau kerusakan otak, individu mungkin tidak berada
dalam kisaran pola peforma yang normal. Dalam kasus semacam ini perbandingan
normatif pasca kecelakaan mungkin hanya memiliki kegunaan yang terbatas. Oeh
karena itu, neuropsikolog mungkin perlu menetapkan tingkat inteligensi individu
sebelum kecelakaan. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah melalui
perbandingan langsung terhadap skor-skor tes yang diperoleh sebelum terjadinya
cedera atau penyakit pada otak. Kadang-kadang, hasil tes inteligensi yang
dialkukan sewaktu masih sekolah atau catatan-catatan lain yang ditemukan.
Tetapi, untuk kebanyakan kasus, tidak ada pengecekan yang dilakukan sebelum terjadinya hendaya atau kecelakaan
aktual. Jadi, perbandingan langsung relatif jarang dialakukan. Estimasi
inteligensi premorbid-lah yang biasanya digunakan, dan bukan perbandingan
langsung. Estimasi ini didasarkan asumsi bahwa keterampilan perbendaharaan kata
atau rekognisi memiliki kemungkinan kecil untuk dipengaruhi oleh cedera otak.
Sebagai kesimpulan kita
dapat mengatakan bahwa, pemeriksaan neurologis dan teknik-teknik neuroimaging,
tes-tes neuropsikologis merupakan ukuran penting untuk efek-efek lesi otak.
PSIKOFARMAKOLOGI
Psikologi klinis perlu
mengetahui tentang efek-efek obat pada emosi, pikiran dan perilaku. Mereka
sering menangani pasien-asien yang memakai obat dan resep-resep lainnya. Psikofarmakologi mengacau pada studi
tentang obat-obatan yang mengubah aktivitas-aktivitas yang dikontrol oleh
sistem saraf. Yang menjadi perhatian di sini adalah psychotropic pharmaceuticals, yaitu obat-obatan yang sering
digunakan oleh para dokter dan orang-orang dengan kewenangan legal lainnya
karena efek-efeknya, yaitu mampu mengubah-pikiran atau
mengubah-suasana-perasaan.
Interaksi
neurotransmiter dengan reseptor
Neurotranmisi
merupakan sebuah proses elektrokimiawi, adalah salah satu yang digunakan
mekanisme sistem saraf untuk berkomunikasi. Neuron-neuron saling mengantarkan
sinyal-sinyal melalui molekur-molekul yang dikenalnya sebagai neurotransmitter, yang merupakan bagian
integral dari sistem saraf, yang hasilnya dalah aktivitas neural yang meningkat
atau menurun.
Tujuan neurotransmisi
adalah komunikasi. Agar proses itu memungkinkan komunikasi terjadi, dua neuron
atau lebih harus berinteraksi. Ketika sebuah neuron berinteraksi dengan neuron
lainnya, proses ini terjadi diseluruh daerah persilangan yang disebut sinapsis. Reseptor adalah bagian neuron
diaman neurotransmiter-neurotranmiter terikat hingga menghasilkan sebuah efek.
Bahan-bahan kimia selain neurotransmiter juga dapat terikat ke reseptor untuk
menghasilkan atau menghambat aktivitas. Pengikatan obat-obatan ke reseeptor
menjadi konsep fundamental psikofarmakologi.
Obat-obatan terikat
direseptor dan membentuk sebuah kompleks yang pada gilirannnya menghasilkan
sebiah perubahan pada transmisi sinaptik. Ada empat cara transmisi sinaptik
yang dapat diubah oleh obat-obatan. Pertama,
obat-obatan dapat memblokir atau memepercepat sintesis sebuah neurotransmiter. Kedua, obat-obatan dapat mempercepat
atau memblokir reuptake sebuah neurotransmiter. Reuptake adalah proses diaman
neuron presinaptik mengambil kembali sebagian neurotransmiter yang sebelumnya
tealh dilepaskan. Ketiga, obat-obatan
semata-mata mempertinggi pelepasan messenger (“kurir” atau pembawa pesan)
kimiawi yang diinginkan. Keempat,
obat-obatan dapat memblokir atau mempercepat penguraian enzimatik dari berbagai
neurotransmiter.
Tipe-tipe
neurotransmiter
Neurotransmiter berikut
ini memiliki arti yang sangat penting secara psikofarmakologis, yakni :
norepinefrin, dopamin, seretonin, asetilkolin, dan gamma amino butyric acid (GABA). Kebanyakan neurotransmiter
(kecuali GABA) ditemukan di daerah-daerah focal
otak yang disebut nuklei. Nuklei otak
pada dasarnya daerah-daerah terorganisasi dari jaringan syaraf yang menyatu untuk
mengntrol fungsi-fungsi tertentu dari sistem saraf. Nuklei neurotransmiter
memiliki lokasi yang bervariasi dalam sistem saraf. Neuropinefrin adalah
neurotransmiter yang paling sering terbentuk dalam formasi retikuler batang
otak. Dopamin terutama ditemukan dalam substantia
nigra dari basal ganglia.
Produksi seretonin terutama ditemukan dalam batang otak otak, dan produksi
asetilkolin pada umumnya berkaitan dengan basal
forebrain. GABA memiliki lokasi yang tersebar dalam sistem saraf.
Pertimbangan
efektivitas farmakologis
Efektifitas
intervensi farmakologis pada dasarnya bergantung pada 2 hal, yang pertama
adalah tipe spesifik patologi yang sedang ditangani dengan obat-obatan.
Sebagian obat memberi respon yang baik terhdap masalah yang dihadapi. Yang kedua
adalah konsep perbedaan individual. Masing-masing orang menunjukkan respon yang
berbeda terhadap suatu obat. Klinisi harus mempertimbangkan sumber-sumber
variabilitas individual seperti : berat badan, umur, riwayat medis sebelumnya,
obat-obatan lain, isu-isu toleransi, efek placebo, predisposisi genetic, diet,
dan kepatuhan pasien. Kekompleksan
ini membutuhkan latian dan pengalaman yang memadai.
Sistem-sistem
neurotransmiter
- Sistem adrenergik
Sistem adrenergik mengacu pada semua struktur atau nuklei
yang berhubungan dengan produksi norepinefrin, epinefrin, atau dopamin. Sistem
dopaminergik berisi nuklei dopamin yang muncul dari sel-sel otak tengah dan
hipotalamus
Parnikson’s Disease (PD)
Parkinson’s disease adalah gangguan neurodegeneratif
progresif yang menyebabkan abnormalitas pada gerakan, yang terkait dengan
penurunan level dopamin. Terapi obat yang diberikan berguna untuki menaikkan
level dopamin di bangsal ganglia dan sistem dopaminergik. Cara kerjanya adalah
dengan meningkatkan sintesis atau mencegah penguraian untuk menangani PD adalah
amantadin (Symmetrel), bromokriptin (Parlodel), dan kombinasi antara levodop
dan karbidopa (Sinemet). Efek samping yang terlihat adalah diskenesia (masalah
gerakan), mual dan kebingungan. Selain obat-obatan diatas,
pramipeksol(Miraprex) dan ropinirol (Requip) merupakan obat baru yang mempunyai
lebih sedikit efek samping dibanding obat-obatan sebelumnya.
Skizofrenia
Skizofrenia adalah gamgguan yang ditandai oleh perilaku
yang berubah, termasuk halusinasi, delusi, dan disorganisasi pkiran. Perilaku
yang berubah itu terkait dengan level dopamin dan level reseptor dopamin di
otak yang naik. Terapi obat yang diberikan untuk menurunkan level
neurotransmiter dalam sistem dopaminergik. Tipe obat yang berhubungan dengan antagonisme
dopamin adalah antipsikotik tradisional dan antipsikotik atipikal.
Salah satu antipsikotik yang diresepkan adalah klozapin
(Clozaril). Antipsikotik ini digunakan untuk memperbaiki hipofungsi reseptor
aglutamat yang mendasari deteriorasi kognitif dan gejala negatif skizofrenia.
Tapi disisi lain, obat ini menimbulkan masala yaitu diharuskannya pemeriksaan
darah setiap minggu bagi pengguna obat ini dan efek adversif lain seperti berat
badan bertambah, salivasi eksesif, dan seizure (kejang-kejang) terkait dengan
dosis obat. Selain itu, ada 3 psikotik lain yang lebih aman penggunaannya,
antara lain, olanzapin (Zyprexa), risperidon (Risperdal), dan quetiapin
(Seroquel).
Gangguan-gangguan afektif
Gangguan-gangguan afektif berkaitan dengan emosi,
perasaan, dan pengalaman hidup seseorang. Gangguan afektif seperti depresi
unipolar dan bipolar berhubungan dengan katekolamin dalam sistem adrenergik.
Penurunan level neurotransmiter katekolamin yang dapat mencetuskan
gejala-gejala depresi. Dengan demikian, terapi obat yang dimaksudkan untuk
menangani depresi bekerja melalui mekanisme yang menaikkan katekolamin dalam
sistem dopaminergik. Terdapat tiga macam obat antidepresan spesifik yang
terkait dengan sistem adrenergik yaitu : monoamine oxidase inhibitors (MAOI), antidepresan
trisiklik, dan antidepresan atipikal. Obat-obatan ini bekerja untuk menaikkan
level neuronal dari neurotransmiter katekolamin.
MAOI menaikkan katekolamin dengan mencegah penguraian
transmiter oleh enzim monoamine axydase. Contoh-contoh obat MAOI adalah
fenelzin (Nardil) dan tranilsipromin (Parnate). Efek samping yang ditimbulkan
dari obat ini antara lain hipotensi, pusing, anoreksia, mual, dan impotensi.
Antidepresan trisiklik juga berperan dalam menaikkan
level katekolamin dengan memblokir reuptake atau pengakumulasian transmiter di
ujung saraf. Contoh-contoh obat yang termasuk golongan ini adalah amitriptilin
(Elavil), notritiptilin (Aventyl), dan imipramin (Tofranik). Efek samping dari
enggunanan obat golongan ini adalah sedation (seperti efek obat penenang),
hipotensi, berat badan bertyambah, mual, dan penglihatan kabur.
Antidepresan atipikal secara selektif menghambat reuptake
neurotransmiter dopamin. Bupropion (wellbutrin) adalah salah satu contoh obat
antidepresan atipikal. Wellbutrin berhubungan dengan peningkatan kerentanan
terhadap seizure , jadi penggunaanya dikontra-indikasikan untuk pasien dengan
bulimia, anoreksia nervosa, atau saizure disorder. Selain itu, obat ini juga digunkan untuk menghentikan
kebiasaan merokok. Efek samping yang ditimbulkan termasuk mual-mual dan
insomnia yang bersifat sementara, selain itu muncul juga masalah yaitu
discontinuation syndrome menyusul dilakukannya penghentian pemakain obat resep
secara mendadak. Gejalanya antara lain distress ringan seperti gejala flu
berat, gangguan tidur, gangguan gerakan, dan aritmiakardiak.
b. Sistem kolergik
Cholinergic system adalah sistem subkortikal yang berisi
nuklei asetilkolin. Salah satu daerah yang sangat penting dalam sistem
kolinergik adalah basal forbrain. Sistem kolinergik berperan dalam ingatan.
Alzheimer’s Disease (AD) adalah gangguan neurodegenarif
progresif yang ditandai oleh kehilangan ingatan secara gradual yang mengganggu
fungsi dan produktivitas keseharian. Terapi biologis difokuskan pada usaha
menaikkan level neuronal dari asetilkolin melalui obat-obatan yang menghambat
enzim asetil kolinsterase yang destruktif. Dua contoh inhibitor kolinsterase
adalah takrin (Cognex) dan donpezil (Aricept). Obat tersebut memberi manfaat
jangka panjang antara lain mengurangi dan mempercepat progresi gangguan,
institusionalisasi yang tertunda, dan kematian juga tertunda. Disisi lain, obat
ini juga mempunyai efek samping berupa mual, muntah, dan diare yang cenderung
surut setelah beberapa hari pemakaian awal.
c. Sistem Serotonergik
Sistem serotonergik adalah sistem subkortikal yang berisi
nuklei serotonin yang merupakan hasil sintesis asam amino dan triptofan yang
disimpan di batang otak. Nuklei serotonin memiliki implkasi dalam tidur, selera
makan, ingatan, belajar, pengaturah suhu badan, perilaku seksual dan depresi.
Gangguan-gangguan afektif
Gangguan-gangguan afektif tidak hanya berhubungan dengan
perubahan level neurotransmiter adregenik tapi juga perubahan level serotonin.
Untuk menangani gejala depresif, biasanya diberikan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRIs) yang berfungsi untuk menaikkan level serotonin yang
hasilnya akan memperbanyak jumlah neurotransmisi di daerah sinaptik. Tiga
contoh obat SSRI adalah fluoksetin (Prozac), paroksetin (Paxil), dan sertalin (Zoloft).
Efek samping yang biasanya timbul antara lain sakit kepala, tremor, insomnia,
agitasi, dan mual. Efek samping terberat adalah disfungsi seksual dalam bentuk
nafsu seksual yang berkurang dan kepuasan seksual yang semakin mengurangi
arousal.
Gamma-aminobutyric Neurons
Gamma aminobutyric acid (GABA) adalah neurotransmiter
inhibitorik primer yang ditemukan di sebagian besar sinapsis neuronal. GABA
dapat terikat pada 2 subtipe reseptor yang berbeda yang diberi tanda A dan B.
GABA-A lebih penting secara neurofarmakologis. Nilai penting reseptor GABA-A
adalah karena mereka merupakan tempat pengikatan obat-obatan. Berbagai tipe
obat-obatan yang dapat terikat pada GABA-A antara lain benzodiazepin,
barbiturat, dan steroid.
Epilepsi dan seizure
Epilepsi (ayan) adalah kondisi yang dapat ditandai oleh
pelepasan-pelepasan eksplosif yang eksesif dari dalam sistem saraf pusat.
Sedangkan seizure adalah deskripsi dari pelepasan listrik yang terjadi pada
semua tipe kejadian epileptik. Seizure dapat diklasifikasikan parsial (terbatas
pada suatu wilayah) atau menyeluruh/ grand mall (konvulsi dan kehilangan
kesadaran) dan petite mal (kehilangan kesadaran dalam waktu singkat
ataudisfungsi sensori-motorik ringan)
Contoh-contoh obat anti sizure adalah fenitoin (Dilatin),
karbamazepin (Tegretol), diazepam (Valium), dan asam valproik (Depakene). Semua
obat ini bekerja untuk meningkatkan daya hambat GABA. Efek samping yang timbul
dari penggunaan obat ini adalah sedasi, hendaya kognitif(dengan dilatin),
hipotensi, dan mual.
Multiple sclerosis (MS)
Multiple scelorsis adalah gangguan neurolis progresif
yang mengkibatkan dimielinasi dari zat putih dalam otak. Degenerasi zat putih
berhubungan dengan host dari gejala sensorik, muskuler, dan visual. Obat-obat
yang dapat digunakan untuk menangani rigiditas (kaku-otot) disebut muscle
relaxants. Contoh obat perelaks otot termasuk baklofen (Lioresal) dan dantrolen
(Dantrium). Efek sampingnya adalah mengantuk, kelemahan otot, diare, dan mual.
Gangguan kecemasan (anxiety disorder)
Gangguan kecemasan ditandai oleh preokupasi eksesif
ketakutan dan kekhawatiran yang mengganggu fungsi keseharian. Penanganan
farmakologis untuk kecemasan difokuskan pada usaha mengurangi simtomatologi
biologisnya.
Terapi biologis primer untuk kecemasan adalah golongan obat
yang dikenal dengan sebutan benzodiazepin (BZD). Beberapa contoh obat BZD
adalah alprazolam (Xanax), lorazepam (Ativan), klordiasepoksida (Librium), dan
diazepam (Valium). BZD berhubungan dengan efek samping seperti sedasi, amnesia
anterograd, euforia, dan pusing.
Alternatif untuk BZD adalah obat buspiron (BuSpar) yang
merupakan agenm terapeutik yang bekerja secara sentral, yang dapat bekerja pada
reseptor serotonin dan dopamin untuk menghasilkan efek ansiolitik. Buspiron
bermanfaat karena tidak menyebabkan sedasi dan potensi penyalahgunaan. Efek
samping minimalnya termasuk pusing, mual, dan sakit kepala. Buspiron tidak
menunjukkan cross-tolerance dengan BZD, jadi tidak boleh digunakan untuk
menghentikan pasien dari pemakaian BZD.