azizherwit

Selasa, 19 Februari 2013

EXCEPTIONAL INTELLIGENCE



BAB I
PENDAHULUAN

            Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
            Hingga sekarang sudah banyak beberapa kajian dalam hal intelegensi atau tingkat IQ seseorang. Menurut Kohstan, intelegensi dapat dikembangkan, namun hanya sebatas segi kualitasnya, yaitu pengembangan akan terjadi sampai pola pada batas kemampuan saja, terbatas pada segi peningkatan mutu intelegensi, dan cara cara berpikir secara metodis.
            Perbedaan intelegensi selalu dapat terjadi dalam setiap kelompok. perbedaan tersebut seringkali tidak begitu besar sehingga tidak disadari dan tidak mudah tampak tanda-tandanya dalam perilaku individu yang bersangkutan. Akan tetapi, kadang-kadang ditemui individu yang perilakunya mengindikasikan ciri-ciri intelegensi yang sangat berbeda dari kebanyakan orang. Kita lihat ada anak yang sangat pandai mengemukakan pendapat, pandai berargumentasi, kreatif, dan selalu dapat menemukan jawaban tepat terhadap berbagai pertanyaan. Sebaliknya dapat kita lihat pula anak yang sulit memahami maksud orang, tidak mengerti apa yang dikehendaki orang lain, lambat belajar, dan semacamnya. Mereka ini adalah individu yang istimewa atau luar biasa karena memiliki ciri dan karakteristik yang unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Keluarbiasaan ini tentu akan membawa akibat atau pengaruh tertentu bagi individu yang bersangkutan maupun bagi orang lain yang berhubungan dengan mereka.
BAB II
PEMBAHASAN

Normal dan Eksepsional
Sebagaimana pada aspek kepribadian yang lain, intelegensi manusia dapat digolongkan secara tradisional ke dalam golongan normal dan golongan tidak normal atau luar biasa atau yang disebut juga golongan eksepsional (exceptional). Untuk dapat melakukan penggolongan normal dan eksepsional diperlukan suatu kriteria yang dapat memberikan batas pemisah antara kenormalan dan ketidaknormalan. Normalitas dapat dipandang dari segi statistika (secara statisstikal) dan dapat dipandang dari segi situasi dan kondisi tertentu sesuai dengan waktu dan tempat.
Normalitas dan ekspesionalitas intelegensi biasanya dikembalikan acuannya kepada normalitas statistikal, artinya klasifikasi individu normal dan eksepsional pada segi intelegensi mengacu kepada kriteria-kriteria statistik dan ditentukan oleh batas-batas penyimpangan hasil tes intelegensi individu dari suatu norma, sehingga pengertian intelegensi normal dan intelegensi eksepsional itu dapat diterima secara luas (universal).
Eksepsionalitas dalam intelegensi dapat mengambil salah satu dari dua bentuk, yaitu berkemampuan superior atau istimewa (gifted, talented) dan lemah mental atau mental terhambat (mentally retarted). Individu yang digolongkan sebagai gifted adalah mereka yang memiliki kemampuan umum atau bakat tertentu yang luar biasa dalam arti sangat tinggi atau sangat baik sedangkan individu yang terhambat perkembangan mentalnya atau mengalami retardasi mental adalah mereka yang kapasitas intelektualnya sangat inferior atau luar biasa rendah.
Kemampuan Mental Superior
Sebagaimana telah dibicarakan, indicator tinggi-rendahnya intelegensi adalah IQ. Dengan membandingkan IQ seseorang dengan suatu norma klasifikasi akan dapatlah diketahui apakah orang tersebut termasuk dalam kelompok mereka yang mempunyai kapasitas intelektual superior atau tidak.
Penggunaan IQ sebagai kriteria pemisah antara mereka yang berkemampuan superior dan yang berkemampuan normal memiliki keuntungan karena dapat dilakukan dengan lebih objektif dan dapat dilakukan sejak awal masa kehidupan seseorang (Telford & Sawrey, 1981). Namun demikian, menetapkan besarnya angka IQ sebagai pembatas golongan kemampuan istimewa atau superior itu masih merupakan hal yang tidak mudah untuk disepakati oleh semua fihak. Permasalahannya terletak pada perbedaan tes IQ yang digunakan dan perbedaan kepentingan dari hasil klasifikasi tersebut.
Lewis M. Terman misalnya, pernah menetapkan batas IQ = 140 sehingga individu yang mencapai angka 140 pada tes Stanford-Binet dapat digolongkan superior. Banyak ahli lain yang menetapkan batas IQ = 130 sebagai IQ minimal bagi golongan berintelegensi istimewa ini, bahkan ada pula ahli yang beranggapan bahwa individu yang memiliki IQ = 125 pun sudah dianggap sebagai berintelegensi superior terutama bila penggolongan itu dimaksudkan untuk dasar penerimaan siswa ke dalam suatu kelas khusus (Heck, 1953; dalam Telford & sawrey, 1981).
Selanjutnya, suatu studi yang intensif oleh Commisioner of Education pada Kementrian Pendidikan Amerika Serikat, yang dilaporkan pada Senat di tahun 1972 menghasilkan pengakuan resmi akan definisi dan konsep giftedness di Amerika Serikat. Dalam laporan itu disebutkan bahwa keistimewaan kemampuan meliputi karakter-karakter yang diperlihatkan oleh prestasi dan oleh kemampuan potensial, baik sendiri-sendiri ataupun dalam berbagai kombinasi, berikut :
a.       Abilitas intelektual umum
b.      Bakat akademik khusus
c.       Kemampuan untuk berpikir kreatif dan produktif
d.      Kemampuan kepemimpinan
e.       Seni visual dan peragaan
f.       Kemampuan psikomotor
Karakteristik Kemampuan Superior
            Terman dan kawan-kawannya menyajikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai karakteristik yang ditemukan pada individu yang memiliki IQ sangat tinggi (Wolf & Stephen, dalam Haring, 1982), sebagai berikut :
a.       Cepat belajar
b.      Berminat dalam membaca biografi-biografi
c.       Punya kecenderungan ilmiah
d.      Telah dapat membaca sebelum masuk sekolah
e.       Suka belajar
f.       Punya penalaran abstrak yang baik
g.      Mampu berbahasa dengan baik
h.      Tulisan tangannya jelek
i.        Anak tunggal
j.        Anak sulung
k.      Lahir dari pasangan suami-istri yang agak tua
l.        Penyesuaiannya baik
m.    Sehat jasmaniah
n.      Punya skor tinggi dalam berbagai tes prestasi
o.      Imajinasinya baik
p.      Tingkat energy tinggi
Karakteristik individu  yang digolongkan sebagai gifted secara akademis dikemukakan pula dalam bentuk sifat-sifat intelektual sebagai berikut (Ward, 1975; dalam Haring, 1982) :
a.       Kemampuan untuk belajar
Cermat dalam mengamati situasi sosial dan alamiah; independen, cepat dan efisien dalam mempelajari fakta dan prinsip-prinsip; Cepat faham dalam membaca disertai oleh daya ingat yang superior

b.      Kekuatan dan kepekaan fikiran
Siap mengungkap prinsip-prinsip yang mendasari sesuatu seperti apa adanya; daya imajinasi; daya untuk membedakan; kepekaan akan interferensi terhadap fakta; mampu melakukan analisis, sintesis, dan mengorganisasikan unsur-unsur, situasi-situasi kritis, diri sendiri dan orang lain.

c.       Keinginan tahu dan dorongan-dorongan
Ketahanan mental; keteguhan pada tujuan, ult, kadang-kadang menolak aturan; Mampu melakukan rencana-rencana dengan ekstensif tapi bermakna; ingin tahu segala hal; bosan akan rutinitas.
Kemampuan Mental Subnormal
Bila pada satu sisi terdapat kondisi tingkat kemampuan mental yang sangat tinggi  (superior), maka pada sisi lain yang negative terdapat klasifikasi kondisi kemampuan mental umum atau intelegensi yang sangat rendah (inferior). Secara umum, tingkat intelegensi yang sangat rendah ini disebut sebagai kemampuan mental subnormal.
Intelegensi subnormal terbagi atas dua macam, yaitu mental terhambat atau terbelakangan atau lemah mental (mentally retarded) dan cacat mental (mentally defective). Penderita mental terhambat biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan fisik. Secara fisik mereka sehat dan normal serta tidak mempunyai sejarah penyakit atau luka yang mungkin menyebabkan kerusakan mental. Penderita mengalami kelemahan mental secara umum dan bukan dikarenakan cacat tertentu.
Kemampuan Mental Subnormal
            Bila pada satu sisi terdapat kondisi tingkat kemampuan mental yang sangat tinggi (superior), maka pada sisi lain yang negatif terdapat klasifikasi kondisi kemampuan mental umum atau intelegensi yang sangat rendah (inferior). Secara umum, tingkat intelegensi yang sangat rendah ini disebut sebagai kemampuan mental subnormal.
            Berdasarkan sejarah penyebabnya, intelegensi subnormal dibagi atas dua macam, yaitu mental terhambat/terbelakang/lemah mental (mentally retarded) dan cacat mental (mentally defective).

1.      Mental terhambat
            Pada mental terhambat, biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan fisik. Secara fisik, mereka sehat dan normal. Serta tidak mempunyai sejarah penyakitatau luka yang mungkin menyebabkan kerusakan mental. Dengan kata lain, kelemahan mental yang diderita tidak mempunyai dasar organik. Seringkali didapati bahwa penderita memang mempunyai garis retardasi mental dalam keluarganya.
2.      Cacat mental
            Pada penderita cacat mental, kelainan disebabkan oleh terjadinya luka di otak, penyakit, atau kecelakaan yang mengakibatkan pertumbuhan mentalnya tidak normal. Penyebab tersebut dapat terjadi sewaktu masih dalam kandungan, semasa masih kanak-kanak, bahkan setelah menjelang dewasa. Penderita cacat mental dapat ditemukan pada berbagai tingkat sosial dan ekonomi walaupun tidak terdapat garis retardasi dari keturunan (Hilgrad&Atkinson, 1967).
            Menurut American Association of Mental Deficiency menyatakan bahwa yang dimaksud dengan retardasi mental adalah keadaan rendahnya fungsi intelektual umum yang terjadi dalam periode perkembangan dan berkaitan dengan kerusakan salah satu atau lebih faktor :
-          Kemasakan
-          Kemampuan belajar
-          Penyesuaian sosial.
       Dari batasan itu terlihat bahwa pengertian retardasi mental lebih luas daripada pengertian hambatan dalam fungsi intelektual atau pengertian hambatan    perkembangan intelegensi saja.
Istilah “cacat mental” sering pula ditukarpakaikan dengan istilah “defisiensi mental” (mental deficiency) yang banyak digunakan oleh dokter dan psikiater untuk menggambarkan kasus-kasus cacatnya. Para penderita defisiensi mental mengalami kesulitan untuk menyimpan informasi dan mengingatnya kembali sehingga akan terbatas pula kemampuan penderita untuk melakukan analisis dan sintesis terhadap informasi yang dia terima.


Klasifikasi dan Gradasi
Dengan mengacu kepada ukuran tingkat fungsi intelektual umum yang dimanifestasikan dalam bentuk IQ, seseorang akan dianggap berkemampuan subnormal bila IQ yang dimiliki < 70 menurut klasifikasi Terman atau IQ < 65 menurut klasifikasi Wechsler (Coville, Costello, & Rouke, 1960). Klasifikasi Wechsler memberikan angka prevalensi penderita kemampuan subnormal ini sebesar 2,2% dari seluruh populasi.
Diantara klasifikasi nomal sampai abnormal, masih terdapat kategori tingkat intelegensi yang disebut sebagai “borderline” atau garis batas IQ antara 66-79 menurut Wechsler atau IQ antara 70-80 menurut Terman. Diatas golongan borderline adalah golongan “agak bodoh / agak normal”. Kelompok normal sampai selanjutnya pada batas intelegensi superior. 
Terman membagi tingkat intelegensi subnormal yang lebih rendah dari “borderline” ke dalam 3 gradasi, yaitu :
·         Moron (moron)      IQ antara 50-70
·         Imbesil (imbecile)  IQ antara 25-50
·         Idiot (idiot)           IQ di bawah 25

APA (American Psychological Association) menempatkan tingkat retardasi mental mulai dari borderline sampai pada yang paling parah, yaitu profound (Coleman & Bruen, Jr., 1972). Secara lebih lengkap gradasi tersebut diuraikan berikut ini:
a.       Retardasi Mental Borderline (IQ 68-83)
Individu ini fungsi intelektualnya berada pada kategori garis-batas borderline. Biasanya tidak diklasifikasikan sebagai penderita retardasi mental dan tidak diklasifikasikan memiliki kemampuan mental subnormal.  Mereka memang memiliki tingkat intelegensi yang kurang normal bila dibandingkan dengan intelektual individu lain. Kekurangan mereka biasanya tampak pada proses belajar lisan dan tidak pada performansi motorik. Dalam hal-hal lain mereka tampak normal dan kebanyakan mampu menyesuaikan diri dengan baik dalam masyarakat.
b.      Retardasi Mental Ringan/ Mild (IQ 52-67)
Tingkat intelektualnya setara dengan tingkat intelektual anak-anak usia 8-11 tahun. Bila dilihat dari penyesuaian sosialnya, mereka terlihat normal, tetapi mereka tidak punya daya imajinasi dan daya pertimbangan sebagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang dewasa. Pada umumnya, mereka tidak menunjukkan tanda-tanda patologi otak/kelainan fisik. Terkadang mereka perlu diawasi, karena seringkali tidak mampu memperkirakan konsekuensi dari perbuatan mereka. Namun, bila sejak awla diberi latihan-latihan dan program yang terarah maka mereka mampu menjadi orang yang mandiri.
c.       Retardasi Mental Menengah (IQ 36-51)
Tingkat intelegensi yang dimiliki individu ini tidak berkembang melebihi tingkat intelegensi anak-anak usia 4-7tahun. Mereka akan mengalami kesulitan mempelajari sesuatu, baik kecakapan dasar  ataupun ketrampilan khusus. Daya abstraksi dan imajinasinya sangat terbatas. Secara fisik, biasanya mereka memiliki cacat tubuh dan koordinasi geraknya sangat buruk, sehingga tampak serba kaku dalam melakukan sesuatu apapun. Diantara mereka ada sebagian kecil yang bersikap bermusuhan dan agresif walaupun kebanyakan berperilaku baik. Bila dilatih dengan baik, pada umumnya mereka dapat melakukan tugas-tugas rutin perawatan diri sendiri.
d.      Retardasi Mental Berat/ Severe (IQ 20-35)
Hidup seseorang yang menderita ini biasanya sangat bergantung pada orang lain. Mereka mengalami hambatan dalam perkembangan kemampuan gerak dan bicara serta mengalami cacat indera. Mereka masih mungkin untuk dilatih menguasai ketrampilan sederhana guna menolong diri sendiri namun hasilnya tidak akan banyak, bahkan dalam melakukan tugas yang sederhanapun mereka masih perlu diawasi.
e.       Retardasi Mental Parah (IQ < 20)
Pada umumnya penderita retardasi mental parah (profound) mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untu meyesuaikan diri dan tidak mampu dilatih untuk melakukan melakukan sesuatu, kecuali dilatih melakukan hal-hal yang sangat sederhana. Kemampuan bicaranya pun tidak berkembang sehingga biasanya sulit untuk mengemukakan perasaan atau berkomunikasi. Biasanya mereka memiliki cacat fisik, penyakit pada sistem sistem syaraf pusat, fisiknya tidak tumbuh dengan wajar. Banyak diantara mereka yang hanya berdiam diri, tuli, dan menderita kelainan fisik. Mereka ini harus selalu dalam pengawasan dan harapan hidup bagi mereka biasanya tidaklah tinggi.
Telford dan Sawrey (1981) mengemukakan beberapa kriteria dalam identifikasi retardasi mental, yaitu kriteria perilaku adaptif, kriteria kemampuan belajar, kriteria penyesuaian sosial, kriteria psikosimetris.
a.       Kriteria Perilaku Adaptif
Perilaku adaptif didefinisikan sebagai efektifitas kemampuan individu dalam memenuhi standar independen personal dan tanggung jawab sosial yang dituntut oleh masyarakat sesuai dengan tingkat usia dan kelompok budaya tempat ia berada (Grosmann, 1977; dalam Telford & Sawrey, 1981). Tidak tercapainya standar perilaku adaptif dapat dilihat dari keterbatasan-keterbatasan yang terdapat pada masa kanak-kanak yaitu dalam bidang:
§  Kecakapan-kecakapan indera gerak (menoleh, merangkak, berjalan, menggerakkan kaki).
§  Kemampuan untuk berkomunikasi (senyum sosial, berbicara, memberi isyarat).
§  Kecakapan untuk menolong diri sendiri (makan, berpakaian, mandi, ke kamar mandi).
§  Sosialisasi  (bermain secara imitatif, bermain bersama orang lain).
Gangguan dalam pencapaian standar kecakapan-kecakapan tersebut yang terjadi pada masa kanak-kanak awal dapat menjadi indikator adanya hambatan perkembangan perilaku adaptif sebagai ciri retardasi mental.
Pada masa kanak-kanak dan masa remaja awal, terhambatnya perkembangan perilaku adaptif dapat dilihat dari keterbatasan dalam hal:
§  Kemampuan belajar di sekolah
§  Kemampuan penalaran dan penilaian dalam hubungannya dengan lingkungan.
§  Kecakapan-kecakapan sosial (partisipasi dalam kegiatan kelompok dan hubungan interpersonal yang efektif).
Pada masa remaja akhir dan dewasa, tanda-tanda gangguan             perilaku adaptif tampak dari keterbatasan pada:
§  Kompetensi pekerjaan
§  Tugas-tugas keluarga dan sosial.
b.      Kriteria Kemampuan Belajar
Kemampuan belajar sebagai kriteria dalam identitas retardasi mental berkaitan dengan pendidikan formal yang menjadi bagiam budaya manusia. Kegagalan di sekolah merupakan tanda awal dari adanya hambatan fungsi intelektual. Apabila kegagalan di sekolah bukan disebabkan oleh adanya cacat pada fungsi indera gerak, gangguan emosional, atau kemalasan, maka hal itu dapat merupakan adanya indikasi hambatan perkembangan mental.
Walaupun secara fisik ana tampak normal, akan tetapi bila menampakkan keterbatasan kemampuan belajar secara menetap yang berupa gejala tidak adanya peningkatan kecakapan, angka rapor yang selalu rendah atau seringkali tidak naik kelas, maka tanda-tanda retardasi mental sudah tampak. Namun demikian, untuk memastikan diagnosis masih harus didukung oleh verifikasi lain seperti hasil tes psikologis yang relevan.
c.       Kriteria Penyesuaian Sosial
Pada penderita retardasi mental, fungsi penyesuaian sosial ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Individu retardasi mental menampakkan perilaku-perilaku yang menunjukkan adanya gangguan penyesuaian seperti tidak mampu berbelanja atau menghitung uang, mudah tersesat bila berpergian, dan berbagai perilaku lain yang menurut norma etika dianggap menyimpang.
d.      Kriteria Psikometris
Dengan kriteria psikometris, identifikasi retardasi mental dilakukan lewat tes intelegensi.Dalam hal ini, tes intelegensi berfungsi untuk mengungkap kemampuan mental umum yang dimiliki individu dan mengklasifikasikan kemampuan itu ke dalam gradasi mental tertentu.
Walaupun kriteria psikometris dianggap dapat memberikan dengan relatif mudah gambaran tingkat intelegensi yang objektif namun penegakan diagnosis retardasi mental yang hanya didasari oleh hasil tes intelegensi semata tidaklah dapat dibenarkan. Pada kenyataannya, kriteria psikometris barulah diperlukan apabila indikasi retardasi mental telah ditampakkan oleh kriteria-kriteria lain.
Sindroma kemampuan Mental Subnormal
Gejala-gejala kemampuan subnormal terbagi atas dua macam, yaitu sindroma genetik dan sindroma bukan genetik atau yang berasal dari faktor eksogen.
1.        Beberapa Sindroma Genetik
a.         Abreasi Kromosomal
Diantara subnormalitas mental yang berasal dari abreasi kromosomal yang paling terkenal adalah down’s syndrome (mongolisme). Secara klinis, down’s syndrome merupakan retardasi mental yang parah dan prevalensinya adalah 10% sampai 20% dari keseluruhan penderita retardasi mental.
Identifikasi penderita mongolisme tidak selalu mudah dilakukan dikarenakan lebih daripada 50 tanda-tanda fisik didapati pada penderita, sedangkan tidak ada di antara tanda-tanda itu yang merupakan tanda khusus mongolisme dan tidak ada pula tanda tunggal yang dimiliki oleh semua penderita. Di samping itu, beberapa di antara tanda tersebut baru akan tampak apabila anak telah berusia beberapa tahun sehingga identifikasi awal sulit untuk dilakukan.
Pozony dan Zarfas (dalam Telford & Sawrey, 1981) menerangkan tanda-tanda klinis penderita mongolisme menjadi tigabelas tanda yang paling signifikan, yaitu :
a)      Tulang tengkorak yang merata dan melebar.
b)      Lubang hidung yang mendongak akibat tulang hidung yang kurang berkembang.
c)      Jarak jari-jari kaki yang sangat jarang terutama antara ibu jari dan jari kaki kedua.
d)     Jari kelingking yang sangat pendek tidak seimbang dengan jari lainnya.
e)      Jari kelingking membengkok ke dalam.
f)       Ruas jari kelingking hanya satu.
g)      Tangan pendek dan membentuk segiempat.
h)      Pada sudut dalam mata terdapat lipatan epikantis.
i)        Lidah besar dan retak-retak.
j)        Adanya guratan tunggal melintang pada telapak tangan.
k)      Bentuk telinga yang terlalu sederhana.
l)        Daun telinga yang menempel.
m)    Jantung abnormal.
Wallin (Telford & Sawrey, 1981) mengatakan bahwa terdapat tiga diantara tanda-tanda tersebut, maka gejala mongolisme sudah perlu diwaspadai. Bila empat atau lebih dari tanda tersebut tampak pada seseorang, maka orang tersebut sudah hampir dapat dipastikan sebagai penderita mongolisme.
Pada tahun 1959 telah ditemukan fakta bahwa penderita mongolisme mempunyai kelainan kromosom dalam berbagai bentuk. Tampaknya, kelainan kromosomal inilah yang menjadi penyebab kasus-kasus kematian pada masa embrionik awal.
Dalam kategori intelegensi, mongolisme atau down’s syndrome tergolong dalam retardasi mental parah yang memiliki IQ antara 20 sampai 40. Hanya sedikit sekali diantara penderita yang dapat mencapai IQ yang lebih tinggi daripada angka tersebut.
b.        Gangguan atau Kerusakan Metabolisme
Penyebab-penyebab subnormalitas mental yang bersifat biokimiawi meliputi abnormalitas penimbunan dan metabolisme karbohidrat, kelainan ekskresi dan metabolisme protein (asam amino), dan kerusakan-kerusakan semacam pada bahan lipoid (lemak).        
Ganguan Metabolisme protein
Ganggian metabolisme pertama yang diketahui sebagai penyebab retardasi mental adalah PKU (phenylketonuria), yang disebabkan oleh kerusakan metabolisme asam amino akibat sel tunggal yang resesif. Sekitar 60% penderita PKU yang tidak diobati memiliki IQ kurang dari 20, lebih dari 80% memiliki IQ 40, dan hanya sedikit sekali yang memiliki IQ di sekitar angka rata-rata.
Gangguan Metabolisme Lemak
Kondisi mental yang paling berkaitan dengan gangguan metabolisme lipoid adalah amaurotic familial idiocy, yang memiliki berbagai nama lain tergantung pada usia penderita. Penyakit tay-sach merupakan bentuk kelainan tersebut pada masa kanak-kanak. Ciri keadaan tay-sach adalah cepatnya terjadi kelumpuhan spastik, kebutaan, konvulsi, dan kematian pada usia 3 tahun. Pada bentuk kelainan di masa anak-anak, keadaan ini berlangsung lebih lama,yaitu 3 sampai 10 tahun dan penurunan mental serta kematian berlangsung dalam masa sepuluh sampai limabelas tahun
.
c.         Gangguan Endokrin
Bentuk gangguan fungsi endokrin yang mengakibatkan retardasi mental yang paling terkenal adalah kretinisme (cretinism). Kretinisme terjadi akibat ketidakcukupan thyroid yang menimbulkan kerusakan pada sistem syaraf pusat yang tidak dapat diperbaiki kembali. Sebenarnya kretinisme dapat bersifat genetik atau pembawaan dan dapat pula bersumber dari lingkungan.
Kretinisme yang bersifat endemik terjadi akibat defisiensi iodine. Kretinisme endemik dapat dicegah dengan melengkapi menu makanan dengan unsur iodine, misalkan dengan selalu menggunakan garam beriodium. Pada umumnya tipe kretinisme yang endemik bukan merupakan kretinisme yang menurun.
Kretinisme yang bersifat genetik semuanya menyangkut gen-gen yang resesif yang berinterferensi dengan sistem enzim  dalam tubuh guna mengeluarkan thyroxin. Kekurangan thyroxin berkaitan secara proporsional dengan keparahan retardasi mental. Sindrom kretinisme yang kompleks dapat berupa tubuh yang cebol dengan tanda utama terhambatnya pertumbuhan tulang-tulang, kelemahan otot-otot, dan cara berjalan yang tidak stabil. Kepala penderita besar dan kaki serta tangannya pendek dan gemuk, jari-jari berujung yang bentuknya persegi. Leher pendek dan besar, kulit kering dan bersisik, lidah tebal, dan perut menonjol keluar. Kretinisme  seperti ini menyebabkan penderita banyak diam, kurang aktif dan apatis, sedangkan retardasi mentalnya tergolong berat. Kerusakan fisik dan hambatan perkembangan mental umumnya lebih berat pada penderita kretinisme yang bersumber dari lingkungan daripada kretinisme yang bersifat genetik. Penderita kretinisme yang bersifat genetik hampir selalu menderita gondok.

2.        Beberapa Sindroma Eksogen
Diantara beberapa sindroma yang asalnya dari luar yang dikaitkan dengan retardasi mental berat adalah hydrocephaly, cerebral palsy, dan infeksi-infeksi otak.

a.         Hydrocephaly
Istilah hydrocephaly berarti adanya air dalam otak yang berupa penumpukan yang berlebihan cairan cerebrospinal baik dalam bilik otak (internal hydrocephallus) maupun di luar otak di ruang subarachnoid (bentuk eksternal).
Bila hydrocephaly bentuk internal terjadi sebelum tulang tengkorak bersatu maka kepala akan semakin membesar dan dapat mencapai ukuran yang luar biasa. Bilamana kondisi ini terus memburukmaka akan terjadi gejala-gejala kelainan motorik, kelainan penginderaan, dan kelainan intelektual yang salah satunya berupa retasdasi mental. Apabila penumpukan yang berlebihan cairan otak terjadi setelah tulang-tulang tengkorak menyatu dan selesai berkembang maka kepala tidak akan membesar, akan tetapi cairan yang bertambah banyak akan terus menekan di dalam otak. Tekanan ini menyebabkan menipisnya jaringan syaraf yang pada gilirannya akan mengakibatkan kelumpuhan motorik berupa paralysis dan konvulsi, kemunduran mental, dan berakhir dengan kematian bila kondisinya tidak membaik. Dari segi perkembangan mental dan tingkat intelektual, penderita hydrocephaly dapat termasuk dalam berbagai tingkatan intelegensi mulai dari tingkat idiot sampai kepada tingkat intelegensi superior.
b.        Cerebral Palsy
Cerebral palsy pada umumnya berasal dari faktor lingkungan walaupun ada juga yang bersebab dari faktor genetik. Ciri utama sindrom ini adalah terjadinya gangguan fungsi motorik akibat gangguan otak. Walaupun tidak semua penderita cerebral palsy merupakan penderita retardasi mental akan tetapi sebagian besar diantara mereka mengalami hambatan perkembangan mental.
c.         Infeksi-infeksi Otak
Infeksi-infeksi di otak dapat mengakibatkan retardasi mental yang berat. Diantara bentuk infeksi otak termaksud adalah meningitis, encephalitis, dan infeksi otak karena sifilis.
Meningitis
Sebenarnya meningitis jarang mengakibatkan subnormalitas intelektual yang berat dan penyakit ini mudah diobati berkat adanya antibiotik modern.
Encephalitis
Dibandingkan dengan meningitis dan sifilis, encephalitis lebih sering mengakibatkan kerusakan permanen pada otak dan mengakibatkan retardasi mental. Setelah serangan encephalitis, gejala kemunduran mental dan berbagai efek lainnya dapat tampak setelah beberapa tahun kemudian, yang dapat merupakan efek tetap atau efek yang semakin memburuk. Diantara gejala pasca serangan encephalitisadalah gangguan dan kerusakan fungsi motorik dan perubahan kepribadian disertai kemunduran mental. Bentuk gangguan motorik yang diakibatkannya antara lain adalah kelumpuhan, kekakuan otot, gemetar, dan sindrom parkinson. Gejala parkinson berupa keadaan tanpa ekspresi, tidak bergerak, muka kaku seperti topeng, gemetar, tegak yang kaku dan akhirnya bongkok, serta cara berjalan yang seperti terdorong. Perubahan kepribadian dan kemunduran mental sangat mungkin terjadi apabila encephalitis menyerang di masa kanak-kanak (De Jong, 1959; Telford & Sawrey, 1981), sedangkan prognosis bagi pasca encephalitis tidaklah baik.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Perbedaan intelegensi selalu dapat terjadi dalam setiap kelompok. Perbedaan tersebut seringkali tidak begitu besar sehingga tidak disadari dan tidak mudah tampak tanda-tandanya dalam perilaku individu yang bersangkutan. Akan tetapi, kadang-kadang ditemui individu yang perilakunya mengindikasikan ciri-ciri intelegensi yang sangat berbeda dari kebanyakan orang. Mereka ini adalah individu yang istimewa atau luar biasa karena memiliki ciri dan karakteristik yang unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Keluarbiasaan ini tentu akan membawa akibat atau pengaruh tertentu bagi individu yang bersangkutan maupun bagi orang lain yang berhubungan dengan mereka.
Bila pada satu sisi terdapat kondisi tingkat kemampuan mental yang sangat tinggi (superior), maka pada sisi lain yang negatif terdapat klasifikasi kondisi kemampuan mental umum atau intelegensi yang sangat rendah (inferior). Secara umum, tingkat intelegensi yang sangat rendah ini disebut sebagai kemampuan mental subnormal.
Intelegensi subnormal terbagi atas dua macam, yaitu mental terhambat atau terbelakangan atau lemah mental (mentally retarded) dan cacat mental (mentally defective). Penderita mental terhambat biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan fisik. Secara fisik mereka sehat dan normal serta tidak mempunyai sejarah penyakit atau luka yang mungkin menyebabkan kerusakan mental. Penderita mengalami kelemahan mental secara umum dan bukan dikarenakan cacat tertentu. Penyebab-penyebab subnormalitas mental yang bersifat biokimiawi meliputi abnormalitas penimbunan dan metabolisme karbohidrat, kelainan ekskresi dan metabolisme protein (asam amino), dan kerusakan-kerusakan semacam pada bahan lipoid (lemak).

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. (1996). Pengantar Psikologi Inteligensi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

1 komentar:

Unknown mengatakan...

gk bisa d copy sih

Posting Komentar