BAB I
PENDAHULUAN
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental
yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi
tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Hingga
sekarang sudah banyak beberapa kajian dalam hal intelegensi atau tingkat IQ
seseorang. Menurut Kohstan, intelegensi dapat dikembangkan, namun hanya sebatas
segi kualitasnya, yaitu pengembangan akan terjadi sampai pola pada batas
kemampuan saja, terbatas pada segi peningkatan mutu intelegensi, dan cara cara
berpikir secara metodis.
Perbedaan intelegensi selalu dapat
terjadi dalam setiap kelompok. perbedaan tersebut seringkali tidak begitu besar
sehingga tidak disadari dan tidak mudah tampak tanda-tandanya dalam perilaku
individu yang bersangkutan. Akan tetapi, kadang-kadang ditemui individu yang
perilakunya mengindikasikan ciri-ciri intelegensi yang sangat berbeda dari
kebanyakan orang. Kita lihat ada anak yang sangat pandai mengemukakan pendapat,
pandai berargumentasi, kreatif, dan selalu dapat menemukan jawaban tepat
terhadap berbagai pertanyaan. Sebaliknya dapat kita lihat pula anak yang sulit
memahami maksud orang, tidak mengerti apa yang dikehendaki orang lain, lambat
belajar, dan semacamnya. Mereka ini adalah individu yang istimewa atau luar
biasa karena memiliki ciri dan karakteristik yang unik yang tidak dimiliki oleh
orang lain. Keluarbiasaan ini tentu akan membawa akibat atau pengaruh tertentu
bagi individu yang bersangkutan maupun bagi orang lain yang berhubungan dengan
mereka.
BAB II
PEMBAHASAN
Normal dan Eksepsional
Sebagaimana
pada aspek kepribadian yang lain, intelegensi manusia dapat digolongkan secara
tradisional ke dalam golongan normal dan golongan tidak normal atau luar biasa
atau yang disebut juga golongan eksepsional
(exceptional). Untuk dapat melakukan
penggolongan normal dan eksepsional diperlukan suatu kriteria yang dapat
memberikan batas pemisah antara kenormalan dan ketidaknormalan. Normalitas
dapat dipandang dari segi statistika (secara statisstikal) dan dapat dipandang
dari segi situasi dan kondisi tertentu sesuai dengan waktu dan tempat.
Normalitas
dan ekspesionalitas intelegensi biasanya dikembalikan acuannya kepada
normalitas statistikal, artinya klasifikasi individu normal dan eksepsional
pada segi intelegensi mengacu kepada kriteria-kriteria statistik dan ditentukan
oleh batas-batas penyimpangan hasil tes intelegensi individu dari suatu norma,
sehingga pengertian intelegensi normal dan intelegensi eksepsional itu dapat
diterima secara luas (universal).
Eksepsionalitas
dalam intelegensi dapat mengambil salah satu dari dua bentuk, yaitu
berkemampuan superior atau istimewa (gifted,
talented) dan lemah mental atau mental terhambat (mentally retarted). Individu yang digolongkan sebagai gifted adalah mereka yang memiliki
kemampuan umum atau bakat tertentu yang luar biasa dalam arti sangat tinggi
atau sangat baik sedangkan individu yang terhambat perkembangan mentalnya atau
mengalami retardasi mental adalah mereka yang kapasitas intelektualnya sangat
inferior atau luar biasa rendah.
Kemampuan Mental
Superior
Sebagaimana
telah dibicarakan, indicator tinggi-rendahnya intelegensi adalah IQ. Dengan
membandingkan IQ seseorang dengan suatu norma klasifikasi akan dapatlah
diketahui apakah orang tersebut termasuk dalam kelompok mereka yang mempunyai
kapasitas intelektual superior atau tidak.
Penggunaan
IQ sebagai kriteria pemisah antara mereka yang berkemampuan superior dan yang
berkemampuan normal memiliki keuntungan karena dapat dilakukan dengan lebih objektif
dan dapat dilakukan sejak awal masa kehidupan seseorang (Telford & Sawrey,
1981). Namun demikian, menetapkan besarnya angka IQ sebagai pembatas golongan
kemampuan istimewa atau superior itu masih merupakan hal yang tidak mudah untuk
disepakati oleh semua fihak. Permasalahannya terletak pada perbedaan tes IQ
yang digunakan dan perbedaan kepentingan dari hasil klasifikasi tersebut.
Lewis
M. Terman misalnya, pernah menetapkan batas IQ = 140 sehingga individu yang
mencapai angka 140 pada tes Stanford-Binet dapat digolongkan superior. Banyak
ahli lain yang menetapkan batas IQ = 130 sebagai IQ minimal bagi golongan
berintelegensi istimewa ini, bahkan ada pula ahli yang beranggapan bahwa
individu yang memiliki IQ = 125 pun sudah dianggap sebagai berintelegensi
superior terutama bila penggolongan itu dimaksudkan untuk dasar penerimaan
siswa ke dalam suatu kelas khusus (Heck, 1953; dalam Telford & sawrey,
1981).
Selanjutnya,
suatu studi yang intensif oleh Commisioner of Education pada Kementrian
Pendidikan Amerika Serikat, yang dilaporkan pada Senat di tahun 1972
menghasilkan pengakuan resmi akan definisi dan konsep giftedness di Amerika Serikat. Dalam laporan itu disebutkan bahwa
keistimewaan kemampuan meliputi karakter-karakter yang diperlihatkan oleh
prestasi dan oleh kemampuan potensial, baik sendiri-sendiri ataupun dalam
berbagai kombinasi, berikut :
a. Abilitas
intelektual umum
b. Bakat
akademik khusus
c. Kemampuan
untuk berpikir kreatif dan produktif
d. Kemampuan
kepemimpinan
e. Seni
visual dan peragaan
f. Kemampuan
psikomotor
Karakteristik Kemampuan
Superior
Terman dan kawan-kawannya menyajikan
hasil pengamatan mereka terhadap berbagai karakteristik yang ditemukan pada
individu yang memiliki IQ sangat tinggi (Wolf & Stephen, dalam Haring,
1982), sebagai berikut :
a. Cepat
belajar
b. Berminat
dalam membaca biografi-biografi
c. Punya
kecenderungan ilmiah
d. Telah
dapat membaca sebelum masuk sekolah
e. Suka
belajar
f. Punya
penalaran abstrak yang baik
g. Mampu
berbahasa dengan baik
h. Tulisan
tangannya jelek
i.
Anak tunggal
j.
Anak sulung
k. Lahir
dari pasangan suami-istri yang agak tua
l.
Penyesuaiannya baik
m. Sehat
jasmaniah
n. Punya
skor tinggi dalam berbagai tes prestasi
o. Imajinasinya
baik
p. Tingkat
energy tinggi
Karakteristik individu yang digolongkan sebagai gifted secara
akademis dikemukakan pula dalam bentuk sifat-sifat intelektual sebagai berikut
(Ward, 1975; dalam Haring, 1982) :
a. Kemampuan
untuk belajar
Cermat
dalam mengamati situasi sosial dan alamiah;
independen, cepat dan
efisien dalam mempelajari fakta dan prinsip-prinsip; Cepat faham dalam membaca
disertai oleh daya ingat yang superior
b. Kekuatan
dan kepekaan fikiran
Siap
mengungkap prinsip-prinsip yang mendasari sesuatu seperti apa adanya; daya
imajinasi; daya untuk membedakan; kepekaan akan interferensi terhadap fakta;
mampu melakukan analisis, sintesis, dan mengorganisasikan unsur-unsur,
situasi-situasi kritis, diri sendiri dan orang lain.
c. Keinginan
tahu dan dorongan-dorongan
Ketahanan
mental; keteguhan pada tujuan, ult, kadang-kadang menolak aturan; Mampu
melakukan rencana-rencana dengan ekstensif tapi bermakna; ingin tahu segala
hal; bosan akan rutinitas.
Kemampuan Mental
Subnormal
Bila
pada satu sisi terdapat kondisi tingkat kemampuan mental yang sangat
tinggi (superior), maka pada sisi lain
yang negative terdapat klasifikasi kondisi kemampuan mental umum atau
intelegensi yang sangat rendah (inferior). Secara umum, tingkat intelegensi
yang sangat rendah ini disebut sebagai kemampuan mental subnormal.
Intelegensi
subnormal terbagi atas dua macam, yaitu mental terhambat atau terbelakangan
atau lemah mental (mentally retarded)
dan cacat mental (mentally defective).
Penderita mental terhambat biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan
fisik. Secara fisik mereka sehat dan normal serta tidak mempunyai sejarah
penyakit atau luka yang mungkin menyebabkan kerusakan mental. Penderita
mengalami kelemahan mental secara umum dan bukan dikarenakan cacat tertentu.
Kemampuan
Mental Subnormal
Bila
pada satu sisi terdapat kondisi tingkat kemampuan mental yang sangat tinggi
(superior), maka pada sisi lain yang negatif terdapat klasifikasi kondisi
kemampuan mental umum atau intelegensi yang sangat rendah (inferior). Secara
umum, tingkat intelegensi yang sangat rendah ini disebut sebagai kemampuan mental subnormal.
Berdasarkan
sejarah penyebabnya, intelegensi subnormal dibagi atas dua macam, yaitu mental
terhambat/terbelakang/lemah mental (mentally
retarded) dan cacat mental (mentally
defective).
1.
Mental terhambat
Pada mental terhambat, biasanya
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan fisik. Secara fisik, mereka sehat dan
normal. Serta tidak mempunyai sejarah penyakitatau luka yang mungkin
menyebabkan kerusakan mental. Dengan kata lain, kelemahan mental yang diderita
tidak mempunyai dasar organik. Seringkali didapati bahwa penderita memang
mempunyai garis retardasi mental dalam keluarganya.
2. Cacat
mental
Pada penderita cacat mental,
kelainan disebabkan oleh terjadinya luka di otak, penyakit, atau kecelakaan
yang mengakibatkan pertumbuhan mentalnya tidak normal. Penyebab tersebut dapat
terjadi sewaktu masih dalam kandungan, semasa masih kanak-kanak, bahkan setelah
menjelang dewasa. Penderita cacat mental dapat ditemukan pada berbagai tingkat
sosial dan ekonomi walaupun tidak terdapat garis retardasi dari keturunan
(Hilgrad&Atkinson, 1967).
Menurut American Association of
Mental Deficiency menyatakan bahwa yang dimaksud dengan retardasi mental adalah
keadaan rendahnya fungsi intelektual umum yang terjadi dalam periode
perkembangan dan berkaitan dengan kerusakan salah satu atau lebih faktor :
-
Kemasakan
-
Kemampuan belajar
-
Penyesuaian sosial.
Dari batasan itu
terlihat bahwa pengertian retardasi mental lebih luas daripada pengertian hambatan
dalam fungsi intelektual atau pengertian hambatan perkembangan intelegensi saja.
Istilah “cacat mental” sering pula
ditukarpakaikan dengan istilah “defisiensi mental” (mental deficiency) yang banyak digunakan oleh dokter dan psikiater
untuk menggambarkan kasus-kasus cacatnya. Para penderita defisiensi mental
mengalami kesulitan untuk menyimpan informasi dan mengingatnya kembali sehingga
akan terbatas pula kemampuan penderita untuk melakukan analisis dan sintesis
terhadap informasi yang dia terima.
Klasifikasi
dan Gradasi
Dengan mengacu kepada ukuran tingkat
fungsi intelektual umum yang dimanifestasikan dalam bentuk IQ, seseorang akan
dianggap berkemampuan subnormal bila IQ yang dimiliki < 70 menurut
klasifikasi Terman atau IQ < 65 menurut klasifikasi Wechsler (Coville,
Costello, & Rouke, 1960). Klasifikasi Wechsler memberikan angka prevalensi
penderita kemampuan subnormal ini sebesar 2,2% dari seluruh populasi.
Diantara klasifikasi nomal sampai
abnormal, masih terdapat kategori tingkat intelegensi yang disebut sebagai “borderline” atau garis batas IQ antara
66-79 menurut Wechsler atau IQ antara 70-80 menurut Terman. Diatas golongan
borderline adalah golongan “agak bodoh / agak normal”. Kelompok normal sampai
selanjutnya pada batas intelegensi superior.
Terman membagi tingkat intelegensi
subnormal yang lebih rendah dari “borderline”
ke dalam 3 gradasi, yaitu :
·
Moron (moron) IQ antara 50-70
·
Imbesil (imbecile) IQ antara 25-50
·
Idiot (idiot) IQ di bawah 25
APA (American
Psychological Association) menempatkan tingkat retardasi mental mulai dari borderline sampai pada yang paling
parah, yaitu profound (Coleman &
Bruen, Jr., 1972). Secara lebih lengkap gradasi tersebut diuraikan berikut ini:
a.
Retardasi
Mental Borderline (IQ 68-83)
Individu
ini fungsi intelektualnya berada pada kategori garis-batas borderline. Biasanya
tidak diklasifikasikan sebagai penderita retardasi mental dan tidak
diklasifikasikan memiliki kemampuan mental subnormal. Mereka memang memiliki tingkat intelegensi
yang kurang normal bila dibandingkan dengan intelektual individu lain.
Kekurangan mereka biasanya tampak pada proses belajar lisan dan tidak pada
performansi motorik. Dalam hal-hal lain mereka tampak normal dan kebanyakan
mampu menyesuaikan diri dengan baik dalam masyarakat.
b.
Retardasi
Mental Ringan/ Mild (IQ 52-67)
Tingkat
intelektualnya setara dengan tingkat intelektual anak-anak usia 8-11 tahun.
Bila dilihat dari penyesuaian sosialnya, mereka terlihat normal, tetapi mereka
tidak punya daya imajinasi dan daya pertimbangan sebagaimana yang seharusnya
dimiliki oleh seorang dewasa. Pada umumnya, mereka tidak menunjukkan
tanda-tanda patologi otak/kelainan fisik. Terkadang mereka perlu diawasi,
karena seringkali tidak mampu memperkirakan konsekuensi dari perbuatan mereka.
Namun, bila sejak awla diberi latihan-latihan dan program yang terarah maka
mereka mampu menjadi orang yang mandiri.
c.
Retardasi
Mental Menengah (IQ 36-51)
Tingkat intelegensi
yang dimiliki individu ini tidak berkembang melebihi tingkat intelegensi
anak-anak usia 4-7tahun. Mereka akan mengalami kesulitan mempelajari sesuatu,
baik kecakapan dasar ataupun ketrampilan
khusus. Daya abstraksi dan imajinasinya sangat terbatas. Secara fisik, biasanya
mereka memiliki cacat tubuh dan koordinasi geraknya sangat buruk, sehingga
tampak serba kaku dalam melakukan sesuatu apapun. Diantara mereka ada sebagian
kecil yang bersikap bermusuhan dan agresif walaupun kebanyakan berperilaku baik.
Bila dilatih dengan baik, pada umumnya mereka dapat melakukan tugas-tugas rutin
perawatan diri sendiri.
d.
Retardasi
Mental Berat/ Severe (IQ 20-35)
Hidup
seseorang yang menderita ini biasanya sangat bergantung pada orang lain. Mereka
mengalami hambatan dalam perkembangan kemampuan gerak dan bicara serta
mengalami cacat indera. Mereka masih mungkin untuk dilatih menguasai
ketrampilan sederhana guna menolong diri sendiri namun hasilnya tidak akan
banyak, bahkan dalam melakukan tugas yang sederhanapun mereka masih perlu
diawasi.
e.
Retardasi
Mental Parah (IQ < 20)
Pada
umumnya penderita retardasi mental parah (profound)
mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untu meyesuaikan diri dan tidak
mampu dilatih untuk melakukan melakukan sesuatu, kecuali dilatih melakukan
hal-hal yang sangat sederhana. Kemampuan bicaranya pun tidak berkembang
sehingga biasanya sulit untuk mengemukakan perasaan atau berkomunikasi.
Biasanya mereka memiliki cacat fisik, penyakit pada sistem sistem syaraf pusat,
fisiknya tidak tumbuh dengan wajar. Banyak diantara mereka yang hanya berdiam
diri, tuli, dan menderita kelainan fisik. Mereka ini harus selalu dalam
pengawasan dan harapan hidup bagi mereka biasanya tidaklah tinggi.
Telford dan Sawrey (1981) mengemukakan
beberapa kriteria dalam identifikasi retardasi mental, yaitu kriteria perilaku
adaptif, kriteria kemampuan belajar, kriteria penyesuaian sosial, kriteria
psikosimetris.
a.
Kriteria
Perilaku Adaptif
Perilaku
adaptif didefinisikan sebagai efektifitas kemampuan individu dalam memenuhi
standar independen personal dan tanggung jawab sosial yang dituntut oleh
masyarakat sesuai dengan tingkat usia dan kelompok budaya tempat ia berada
(Grosmann, 1977; dalam Telford & Sawrey, 1981). Tidak tercapainya standar
perilaku adaptif dapat dilihat dari keterbatasan-keterbatasan yang terdapat
pada masa kanak-kanak yaitu dalam bidang:
§ Kecakapan-kecakapan indera gerak
(menoleh, merangkak, berjalan, menggerakkan kaki).
§ Kemampuan untuk berkomunikasi (senyum
sosial, berbicara, memberi isyarat).
§ Kecakapan untuk menolong diri sendiri
(makan, berpakaian, mandi, ke kamar mandi).
§ Sosialisasi (bermain secara imitatif, bermain bersama
orang lain).
Gangguan dalam pencapaian standar
kecakapan-kecakapan tersebut yang terjadi pada masa kanak-kanak awal dapat
menjadi indikator adanya hambatan
perkembangan perilaku adaptif sebagai ciri retardasi mental.
Pada masa kanak-kanak dan masa remaja
awal, terhambatnya perkembangan perilaku adaptif dapat dilihat dari
keterbatasan dalam hal:
§ Kemampuan belajar di sekolah
§ Kemampuan penalaran dan penilaian dalam
hubungannya dengan lingkungan.
§ Kecakapan-kecakapan sosial (partisipasi
dalam kegiatan kelompok dan hubungan interpersonal yang efektif).
Pada masa remaja akhir dan dewasa,
tanda-tanda gangguan perilaku
adaptif tampak dari keterbatasan pada:
§ Kompetensi pekerjaan
§ Tugas-tugas keluarga dan sosial.
b.
Kriteria
Kemampuan Belajar
Kemampuan
belajar sebagai kriteria dalam identitas retardasi mental berkaitan dengan
pendidikan formal yang menjadi bagiam budaya manusia. Kegagalan di sekolah
merupakan tanda awal dari adanya hambatan fungsi intelektual. Apabila kegagalan
di sekolah bukan disebabkan oleh adanya cacat pada fungsi indera gerak,
gangguan emosional, atau kemalasan, maka hal itu dapat merupakan adanya
indikasi hambatan perkembangan mental.
Walaupun
secara fisik ana tampak normal, akan tetapi bila menampakkan keterbatasan
kemampuan belajar secara menetap yang berupa gejala tidak adanya peningkatan
kecakapan, angka rapor yang selalu rendah atau seringkali tidak naik kelas,
maka tanda-tanda retardasi mental sudah tampak. Namun demikian, untuk memastikan
diagnosis masih harus didukung oleh verifikasi lain seperti hasil tes
psikologis yang relevan.
c.
Kriteria
Penyesuaian Sosial
Pada
penderita retardasi mental, fungsi penyesuaian sosial ini tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Individu retardasi mental menampakkan perilaku-perilaku
yang menunjukkan adanya gangguan penyesuaian seperti tidak mampu berbelanja
atau menghitung uang, mudah tersesat bila berpergian, dan berbagai perilaku
lain yang menurut norma etika dianggap menyimpang.
d.
Kriteria
Psikometris
Dengan
kriteria psikometris, identifikasi retardasi mental dilakukan lewat tes
intelegensi.Dalam hal ini, tes intelegensi berfungsi untuk mengungkap kemampuan
mental umum yang dimiliki individu dan mengklasifikasikan kemampuan itu ke
dalam gradasi mental tertentu.
Walaupun kriteria psikometris dianggap
dapat memberikan dengan relatif mudah gambaran tingkat intelegensi yang
objektif namun penegakan diagnosis retardasi mental yang hanya didasari oleh
hasil tes intelegensi semata tidaklah dapat dibenarkan. Pada kenyataannya,
kriteria psikometris barulah diperlukan apabila indikasi retardasi mental telah
ditampakkan oleh kriteria-kriteria lain.
Sindroma kemampuan
Mental Subnormal
Gejala-gejala
kemampuan subnormal terbagi atas dua macam, yaitu sindroma genetik dan sindroma
bukan genetik atau yang berasal dari faktor eksogen.
1.
Beberapa
Sindroma Genetik
a.
Abreasi
Kromosomal
Diantara
subnormalitas mental yang berasal dari abreasi kromosomal yang paling terkenal
adalah down’s syndrome (mongolisme). Secara klinis, down’s syndrome merupakan retardasi
mental yang parah dan prevalensinya adalah 10% sampai 20% dari keseluruhan
penderita retardasi mental.
Identifikasi
penderita mongolisme tidak selalu mudah dilakukan dikarenakan lebih daripada 50
tanda-tanda fisik didapati pada penderita, sedangkan tidak ada di antara
tanda-tanda itu yang merupakan tanda khusus mongolisme dan tidak ada pula tanda
tunggal yang dimiliki oleh semua penderita. Di samping itu, beberapa di antara
tanda tersebut baru akan tampak apabila anak telah berusia beberapa tahun
sehingga identifikasi awal sulit untuk dilakukan.
Pozony
dan Zarfas (dalam Telford & Sawrey, 1981) menerangkan tanda-tanda klinis
penderita mongolisme menjadi tigabelas tanda yang paling signifikan, yaitu :
a) Tulang
tengkorak yang merata dan melebar.
b) Lubang
hidung yang mendongak akibat tulang hidung yang kurang berkembang.
c) Jarak
jari-jari kaki yang sangat jarang terutama antara ibu jari dan jari kaki kedua.
d) Jari
kelingking yang sangat pendek tidak seimbang dengan jari lainnya.
e) Jari
kelingking membengkok ke dalam.
f) Ruas
jari kelingking hanya satu.
g) Tangan
pendek dan membentuk segiempat.
h) Pada
sudut dalam mata terdapat lipatan epikantis.
i)
Lidah besar dan
retak-retak.
j)
Adanya guratan tunggal
melintang pada telapak tangan.
k) Bentuk
telinga yang terlalu sederhana.
l)
Daun telinga yang
menempel.
m) Jantung
abnormal.
Wallin (Telford & Sawrey, 1981)
mengatakan bahwa terdapat tiga diantara tanda-tanda tersebut, maka gejala
mongolisme sudah perlu diwaspadai. Bila empat atau lebih dari tanda tersebut
tampak pada seseorang, maka orang tersebut sudah hampir dapat dipastikan
sebagai penderita mongolisme.
Pada tahun 1959 telah ditemukan fakta
bahwa penderita mongolisme mempunyai kelainan kromosom dalam berbagai bentuk.
Tampaknya, kelainan kromosomal inilah yang menjadi penyebab kasus-kasus
kematian pada masa embrionik awal.
Dalam kategori intelegensi, mongolisme
atau down’s syndrome tergolong dalam
retardasi mental parah yang memiliki IQ antara 20 sampai 40. Hanya sedikit
sekali diantara penderita yang dapat mencapai IQ yang lebih tinggi daripada
angka tersebut.
b.
Gangguan
atau Kerusakan Metabolisme
Penyebab-penyebab subnormalitas mental
yang bersifat biokimiawi meliputi abnormalitas penimbunan dan metabolisme
karbohidrat, kelainan ekskresi dan metabolisme protein (asam amino), dan
kerusakan-kerusakan semacam pada bahan lipoid (lemak).
Ganguan
Metabolisme protein
Ganggian metabolisme pertama yang
diketahui sebagai penyebab retardasi mental adalah PKU (phenylketonuria), yang disebabkan oleh kerusakan metabolisme asam
amino akibat sel tunggal yang resesif. Sekitar 60% penderita PKU yang tidak
diobati memiliki IQ kurang dari 20, lebih dari 80% memiliki IQ 40, dan hanya
sedikit sekali yang memiliki IQ di sekitar angka rata-rata.
Gangguan Metabolisme
Lemak
Kondisi mental yang paling berkaitan
dengan gangguan metabolisme lipoid adalah amaurotic
familial idiocy, yang memiliki berbagai nama lain tergantung pada usia
penderita. Penyakit tay-sach
merupakan bentuk kelainan tersebut pada masa kanak-kanak. Ciri keadaan tay-sach adalah cepatnya terjadi
kelumpuhan spastik, kebutaan, konvulsi, dan kematian pada usia 3 tahun. Pada
bentuk kelainan di masa anak-anak, keadaan ini berlangsung lebih lama,yaitu 3
sampai 10 tahun dan penurunan mental serta kematian berlangsung dalam masa
sepuluh sampai limabelas tahun
.
c.
Gangguan
Endokrin
Bentuk gangguan fungsi endokrin yang
mengakibatkan retardasi mental yang paling terkenal adalah kretinisme (cretinism). Kretinisme terjadi akibat
ketidakcukupan thyroid yang menimbulkan
kerusakan pada sistem syaraf pusat yang tidak dapat diperbaiki kembali.
Sebenarnya kretinisme dapat bersifat genetik atau pembawaan dan dapat pula
bersumber dari lingkungan.
Kretinisme yang bersifat endemik terjadi
akibat defisiensi iodine. Kretinisme
endemik dapat dicegah dengan melengkapi menu makanan dengan unsur iodine, misalkan dengan selalu
menggunakan garam beriodium. Pada umumnya tipe kretinisme yang endemik bukan
merupakan kretinisme yang menurun.
Kretinisme yang bersifat genetik
semuanya menyangkut gen-gen yang resesif yang berinterferensi dengan sistem
enzim dalam tubuh guna mengeluarkan thyroxin. Kekurangan thyroxin berkaitan secara proporsional
dengan keparahan retardasi mental. Sindrom kretinisme yang kompleks dapat
berupa tubuh yang cebol dengan tanda utama terhambatnya pertumbuhan
tulang-tulang, kelemahan otot-otot, dan cara berjalan yang tidak stabil. Kepala
penderita besar dan kaki serta tangannya pendek dan gemuk, jari-jari berujung
yang bentuknya persegi. Leher pendek dan besar, kulit kering dan bersisik,
lidah tebal, dan perut menonjol keluar. Kretinisme seperti ini menyebabkan penderita banyak
diam, kurang aktif dan apatis, sedangkan retardasi mentalnya tergolong berat.
Kerusakan fisik dan hambatan perkembangan mental umumnya lebih berat pada
penderita kretinisme yang bersumber dari lingkungan daripada kretinisme yang
bersifat genetik. Penderita kretinisme yang bersifat genetik hampir selalu
menderita gondok.
2.
Beberapa
Sindroma Eksogen
Diantara
beberapa sindroma yang asalnya dari luar yang dikaitkan dengan retardasi mental
berat adalah hydrocephaly, cerebral palsy, dan infeksi-infeksi
otak.
a.
Hydrocephaly
Istilah
hydrocephaly berarti adanya air dalam
otak yang berupa penumpukan yang berlebihan cairan cerebrospinal baik dalam
bilik otak (internal hydrocephallus)
maupun di luar otak di ruang subarachnoid
(bentuk eksternal).
Bila
hydrocephaly bentuk internal terjadi
sebelum tulang tengkorak bersatu maka kepala akan semakin membesar dan dapat
mencapai ukuran yang luar biasa. Bilamana kondisi ini terus memburukmaka akan
terjadi gejala-gejala kelainan motorik, kelainan penginderaan, dan kelainan
intelektual yang salah satunya berupa retasdasi mental. Apabila penumpukan yang
berlebihan cairan otak terjadi setelah tulang-tulang tengkorak menyatu dan
selesai berkembang maka kepala tidak akan membesar, akan tetapi cairan yang
bertambah banyak akan terus menekan di dalam otak. Tekanan ini menyebabkan
menipisnya jaringan syaraf yang pada gilirannya akan mengakibatkan kelumpuhan
motorik berupa paralysis dan
konvulsi, kemunduran mental, dan berakhir dengan kematian bila kondisinya tidak
membaik. Dari segi perkembangan mental dan tingkat intelektual, penderita hydrocephaly dapat termasuk dalam
berbagai tingkatan intelegensi mulai dari tingkat idiot sampai kepada tingkat
intelegensi superior.
b.
Cerebral Palsy
Cerebral palsy pada
umumnya berasal dari faktor lingkungan walaupun ada juga yang bersebab dari
faktor genetik. Ciri utama sindrom ini adalah terjadinya gangguan fungsi
motorik akibat gangguan otak. Walaupun tidak semua penderita cerebral palsy merupakan penderita
retardasi mental akan tetapi sebagian besar diantara mereka mengalami hambatan
perkembangan mental.
c.
Infeksi-infeksi
Otak
Infeksi-infeksi
di otak dapat mengakibatkan retardasi mental yang berat. Diantara bentuk
infeksi otak termaksud adalah meningitis,
encephalitis, dan infeksi otak karena
sifilis.
Meningitis
Sebenarnya
meningitis jarang mengakibatkan subnormalitas intelektual yang berat dan
penyakit ini mudah diobati berkat adanya antibiotik modern.
Encephalitis
Dibandingkan
dengan meningitis dan sifilis, encephalitis
lebih sering mengakibatkan kerusakan permanen pada otak dan mengakibatkan
retardasi mental. Setelah serangan encephalitis,
gejala kemunduran mental dan berbagai efek lainnya dapat tampak setelah
beberapa tahun kemudian, yang dapat merupakan efek tetap atau efek yang semakin
memburuk. Diantara gejala pasca serangan encephalitisadalah
gangguan dan kerusakan fungsi motorik dan perubahan kepribadian disertai
kemunduran mental. Bentuk gangguan motorik yang diakibatkannya antara lain
adalah kelumpuhan, kekakuan otot, gemetar, dan sindrom parkinson. Gejala parkinson berupa keadaan tanpa ekspresi, tidak
bergerak, muka kaku seperti topeng, gemetar, tegak yang kaku dan akhirnya
bongkok, serta cara berjalan yang seperti terdorong. Perubahan kepribadian dan
kemunduran mental sangat mungkin terjadi apabila encephalitis menyerang di masa kanak-kanak (De Jong, 1959; Telford
& Sawrey, 1981), sedangkan prognosis bagi pasca encephalitis tidaklah baik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang
melibatkan proses berpikir secara rasional. Perbedaan intelegensi
selalu dapat terjadi dalam setiap kelompok. Perbedaan tersebut seringkali tidak
begitu besar sehingga tidak disadari dan tidak mudah tampak tanda-tandanya
dalam perilaku individu yang bersangkutan. Akan tetapi, kadang-kadang ditemui
individu yang perilakunya mengindikasikan ciri-ciri intelegensi yang sangat
berbeda dari kebanyakan orang. Mereka ini adalah individu yang istimewa atau
luar biasa karena memiliki ciri dan karakteristik yang unik yang tidak dimiliki
oleh orang lain. Keluarbiasaan ini tentu akan membawa akibat atau pengaruh
tertentu bagi individu yang bersangkutan maupun bagi orang lain yang berhubungan
dengan mereka.
Bila
pada satu sisi terdapat kondisi tingkat kemampuan mental yang sangat tinggi
(superior), maka pada sisi lain yang negatif terdapat klasifikasi kondisi
kemampuan mental umum atau intelegensi yang sangat rendah (inferior). Secara umum,
tingkat intelegensi yang sangat rendah ini disebut sebagai kemampuan mental subnormal.
Intelegensi
subnormal terbagi atas dua macam, yaitu mental terhambat atau terbelakangan
atau lemah mental (mentally retarded)
dan cacat mental (mentally defective).
Penderita mental terhambat biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan
fisik. Secara fisik mereka sehat dan normal serta tidak mempunyai sejarah
penyakit atau luka yang mungkin menyebabkan kerusakan mental. Penderita
mengalami kelemahan mental secara umum dan bukan dikarenakan cacat tertentu.
Penyebab-penyebab subnormalitas mental yang bersifat biokimiawi meliputi
abnormalitas penimbunan dan metabolisme karbohidrat, kelainan ekskresi dan
metabolisme protein (asam amino), dan kerusakan-kerusakan semacam pada bahan
lipoid (lemak).
DAFTAR PUSTAKA
Azwar,
Saifuddin. (1996). Pengantar Psikologi Inteligensi. Jogjakarta:
Pustaka Pelajar
1 komentar:
gk bisa d copy sih
Posting Komentar