azizherwit

Sabtu, 08 September 2012

MENGOMENTARI TEORI-TEORI PSIKOLOGI-ANTROPOLOGI



1.     TEORI POLA KEBUDAYAAN

Teori pola kebudayaan (pattern of culture) dapat disebut juga sebagai teori konfigurasi kebudayaan, teori Mozaik kebudayaan, representation collectives, atau teori Etos kebudayaan. Konfigurasi adalah rumusan yang sangat abstrak tentang integrasi suatu kebudayaan dan masyarakat (cita-cita dan pandangan hidup). Istilah pattern of culture adalah ciptaan Ruth Fulton Benedict. Walaupun sebelumnya sudah ada beberapa orang yang pernah menyinggung-nyinggungnya, namun Benedict lah yang telah berhasil menarik perhatian para cerdik pandai dan orang awam mengenai teori ini, melalui karyanya pattern of culture (1934). Hal ini disebabkan karena ia dapat menyajikan teori tersebut secara jelas dan mudah dimengerti orang.
Mereka yang pernah menyinggung teori konfigurasi kebudayaan ini, antara lain adalah Edward Sapir dalam artikelnya “Culture, Genuine and Spurius” (1924), dan “The Unconscious Patterning of Behaviour in Society” (1927). Dalam kedua artikel ini, ia memberi bayang-bayang tentang adanya konfigurasi kebudayaan.
Orang lain yang pernah menyinggung konfigurasi kebudayaan adalah C.G. Seligman, yang di dalam pidata pelantikannya sebagai presiden dari The Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, telah menerapkan tipe Yungian dan Fruedian pada kebudayaan (1924). Sarjana lain lagi yang juga pernah membayangkan ada konfigurasi kebudayaan adalah Geza Roheim (1932).
Ruth Benedict di dalam bukunya Pattern of Culture telah pula menerapkan teorinya dengan data rinci dari tiga kebudayaan orang Zuni, Dobu, dan Kwakiutle. Di dalam artikel terdahulu, Benedict memaparkan secara singkat rangka teorinya itu, dan menyebut-nyebut nama Dilthey, Spengler, Nietzsche, dan psikolog Gestal, sebagai sumber yang mempengaruhi jalan pemikirannya menuju penciptaan teori tersebut. Di dalam karangan lain yang diterbitkan bersamaan waktu dengan Pattern of Culture, ia telah memperluas teorinya dengan mempergunakan konsep psikiatri perbandingan (comparative psychiatry).
Karangan Benedict terdahulu sangat penting, karena di sana telah ditunjukan bahwa masalah yang dimulai dalam teorinya bukan bersifat psikologi, melainkan kebudayaan, yaitu ia ingin mengetahui “Bagaimana dan mengapa kebudayaan Pantai Barat Daya Amerika Utara sangat berbeda dari kebudayaan tetangganya”. Ia tidak memikirkan keterangannya dari sudut ada tidak adanya unsur-unsur kebudayaan (trait) tertentu, seperti ritualisme, dan penyebarannya dapat menyebabkan perbedaan tersebut, disebabkan oleh keanekaragaman tipe-tipe psikologi (psychological types) kebudayaan yang berbeda.
Dari keterangan di atas bukan berarti Benedict hendak menerangkan kenyataan kebudayaan dari sudut psikologi perorangan (individual psychology), karena tipe psikologi Benedict mula-mula adalah tipe Apollonian dan Dionysian dari Nietzche, yang oleh Nietzche diuraikan di dalam karyanya mengenai lakon tragedi Yunani. Tipe psikologi yang diambil dari hasil analisa data kebudayaan tidak dapat diterapkan kepada perorang. Namun kemudian pada waktu Benedict menulis karyanya Pattern of Culture dan Anthropology and The Abnormal, hubungan kebudayaan dan kepribadiaan perorangan telah dipererat. Hal ini disebabkan karena di dalam karya-karya tersebut istilah psikologi perorangan dari para ahli psikiatri telah juga dipergunakan, di samping istilah-istilah dari etos kebudayaan.
Dengan perkataan lain, Benedict telah menekankan bahwa etos kebudayaan yang dominan dapat juga dilukiskan secara khusus dengan istilah-istilah psikiatri. Demikianlah, kebudayaan orang Zuni dilukiskan olehnya sebagai Apollonian, dan orang Plain Indian sebagai dionysian seperti halnya di dalam karyanya terdahulu, namun kebudayaan Dobu olehnya digolongkan sebagai paranoid, dan kebudayaan Kwakiutle sebagai megalomanic-paranoid.
Pergeseran dari tipologi berdasarkan etos kebudayaan menjadi tipologi kepribadian suatu kebudayaan berdasarkan kepribadian perorangan, menyebabkan perhatian Benedict bergeser dari kebudayaan ke anggota pendukung kebudayaan tersebut. Yaitu jika kebudayaan Kwakiutle mempunyai kecenderungan megalomanis-paranoid, maka orang akan mengetahui berapa orang dari suku bangsa Indian Kwakuitle memiliki kecenderungan itu dan apakah mereka memperolehnya dari kebudayaan mereka sendiri.
Teori Benedict dapat diringkas sebagai berikut “Di dalam setiap kebudayaan ada aneka ragam tipe temperamen yang telah ditentukan oleh faktor keturunan (genetik), dan secara universal. Namun, setiap kebudayaan hanya memperbolehkan sejumlah terbatas dari tipe temperamen tersebut berkembang. Dan tipe-tipe temparemen tersebut hanya yang cocok dengan konfigurasi dominan. Mayoritas dari orang-orang dalam segala masyarakat akan terbuat sesuai dengan tipe dominan dari masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena temperamen mereka cukup plastis untuk dibentuk tenaga pencetak dari masyarakat. Ini adalah apa yang disebut tipe kepribadian normal. Namun, di samping itu ada sejumlah penduduk yang merupakan minoritas dalam setiap masyarakat, yang tidak dapat dimasukan kedalam tipe dominan ini. Baik disebabkan karena tipe temperamen tersebut terlalu menyimpang (deviate) dari tipe domonan (ruling type), maupun karena mereka tidak cukup berbakat untuk dapat menyesuaikan diri dengan tipe dominan. Golongan minoritas ini adalah para penyimpang (deviant) dan abnormal.
Penggolongan dari tipe kepribadian “normal” dan “abnormal” berhubungan erat dengan konfigurasi atau kebudayaan dari suatu suku bangsa. Berdasarkan teori diatas maka Benedict berpendapat bahwa tidak ada kriteria yang sahih (valid) mengenai tipe kepribadian “normal “ dan “abnormal”. Suatu kepribadian dianggap “normal” apabila sesuai dengan tipe kepribadian yang dominan, sedangkan tipe kepribadian yang sama jika tidak sesuai dengan tipe kepribadian dominan akan dianggap “abnormal” alias “tidak normal” atau penyimpang (deviant).
Berdasarkan teori tersebut kemudian Benedict menerapkannya pada tiga suku bangsa di dunia, yakni orang Zuni dari New Mexico, orang Kwakiutle dari Pantai Barat Laut Amerika Utara, dan orang Dobu dari Papua New Guinea.
Orang Zuni dari New Mexico, yang bermata pencarian pertanian mempunyai konfigurasi yang bersifat dionysian, yang ditandai sifat-sifat ekstrovert, pemboros, suka bertindak ekstrim, gemar memamerkan kekayaan (potlatch), senang menggunakan obat bius (narkotik). Istilah dionysian dipinjam Benedict dari Spingler. Bahan etnografinya di pinjam dari bahan hasil penelitian di lapangan oleh F. Boas. Pola kebudayaan orang Kwakiutle, selain digolongkan kedalam tipe dionysian, oleh Benedict juga digolongkan kedalam tipe Megalomanic paranoid. Suatu istilah psikiatri mengenai penyakit jiwa yang menganggap diri pribadi nya orang hebat (megalomania), dan disamping itu juga selalu curiga dirinya akan dicelakai orang (paranoid).
Contoh ketiga adalah orang dobu. Suku bangsa ini menurut Benedict mempunyai konfigurasi atau pola kebudayaan yang bertipekan schizophrenia dari jenis paranoid. Para pendukung kebudayaan ini bersifat penghianat. Suka pada ilmu sihir dan selalu curiga bahwa dirinya akan dicelakai orang lain. Menurut Reo Fortune, antropolog penilitinya, para anggota masyarakat saling mencurigai sesamanya. Mereka selalu hidup dalam ketakutan akan kena sihir (guna-guna).
Hasil pembagian Benedict mengenai tipe kepribadian tiga suku bangsa didalam bukunya Pattern of Culture ini sudah banyak mendapatkan kritikan dari sarjana Antropolgi. Salah satu pengkritik itu adalah Helen Codere , yang dalam artikelnya berjudul : “The Amiable Side of Kwakiutle Life” (1956) mengatakan bahwa orang kwakiutle ternyata lebih ramah dari pada yang digambarkan Benedicth dalam bukunya tersebut. Didalam kritikannya tersebut itu, Codere mengajukan beberapa pertanyaan seperti : “apakah tidak ada perbedaan diantara kepribadian orang kwakiutle kebanyakan dengan kepribadian para pemimpinnya (golongan elit)?” keadaan ini tidak diperhatikan Benedicth.
Masalah lain dari teori pola kebudayaan Benedict, yang juga di permasalahkan oleh para antropog, adalah : bagaimana suatu tipe kepribadian (psychological type) ditanamkan kedalam jiwa pendukungnya?
Dewasa ini teori mengenai asumsi tentang kebudayaan sebagai pencetak tabiat manusia yang piastis telah digantikan oleh teori mengenai sangat pentingnya peranan praktek pengasuhan anak (child rearing practices) dalam pembentukan kepribadian seorang anak setelah dewasanya kelak (Kardiner, 1939;Eggan,1943;Goldfrank,1945;Erikson,1945)
Asumsi terakhir sangat terkenal dan berdasarkan teori-teori mengenai belajar, tumbuh kembang, dan psikoanalisa (learning and individual growth theoris , and on psychoanalysis). Mengenai teori tersebut akan dibincangkan pada saat kita sampai pada teori Struktur Kepribadian Dasar dari Kardiner, Linton, DuBois, dibelakang nanti.
Didalam karya-karya yang kemudian, Beneditc juga memasukan beberapa diskusi  tentang praktek pengasuhan tanpa melibatkan dirinya dalam salah satu teori psikologi (seperti learning theory misalnya). Dia berkecenderungan untuk menekankan bahwa yang penting bukan ada atau tidak adanya praktek-praktek pengasuhan anak tertentu , caranya praktek pengasuhan itu diintegrasikan dengan, dan dinyatakan dalam suatu konfigurasi khusus dari kebudayaan. Pendapat ini memang cocok dengan teori konfigurasi, yang kemudian menjadi dasar teori watak bangsa (national character).
Teori Benedict ini oleh E Boas dianggap sebagai usaha untuk mengerti individu sebagai makhluk dalam kebudayaan dan kebudayaan sebagai salah satu wadah yang dialami individu.
Walaupun dalam teori ini ada unsur-unsur teori psikologi, namun sesungguhnya tidak ada data mengenal kepribadian individu data yang dominan adalah dari kebudayaan masyarakat upacara sajak ekonomi organisasi social praktek berperang sikap-sikap yang sudah melembaga dan sebagainya tidak ada data mengenai riwayat hidup (life history) seorang, dan dokumen pribadi, apalagi hasil dan test psikologi yang kini telah menjadi bagian penting dalam penelitian antropologi psikologi. Jikapun ada, paling-paling hanya dibicarakan sambil lalu saja.
Alasan Benedict tidak mempergunakan data psikologi dalam metode pembuktian teorinya adalah:
1.    Pada permulaan memang teorinya itu dimaksudkan untuk menerangkan organisasi dan diferensiasi kebudayaan, dan kemudian diperluas dengan menyentuh sedikit konsep-konsep psikologi.
2.    Metode psikologi seperti dokumen pribadi dan test psikologi lainnya, belum banyak diketahui  para antropolog pada masa itu. Kecuali sudah tentu oleh  beberapa orang seperti Margaret Mead, yang telah mempergunakannya dalam penelitiannya di Samoa.
3.    Ia telah menerima asumsi bahwa mayoritas individu dalam suatu masyarakat mempunyai kepribadian yang plastis untuk dibentuk oleh cetakan kebudayaan, maka akan membuang-buang waktu saja jika masih mau mengumpul lagi dari data individu-individu.
Bendict mempergunakan pula teori pola kebudayaanya untuk menerangkan proses perubahan kebudayaan. Hal ini terjadi setelah teorinya itu diterapkan bukan saja pada kebudayaan suatu suku bangsa, melainkan juga pada suatu bangsa (nation). Namun tidak berarti teori itu historis (historical theory). Hal ini disebabkan (kesan yang akan kita peroleh dan membaca bukunya), pola kebudayaan adalah suatu kesatuan (entity) yang tak berjangka waktu (timeless), yakni tanpa ada mendahului (antecedent), atau yang berlaku sebagai akibatnya (consequent). Tetapi sekali terbentuk konfigurasi kebudayaan tersebut akan sangat berpengaruh dalam pembentukan temperamen suku bangsa bersangkutan.
Kegemaran Benedict terhadap sesuatu yang statis adalah ciri antropologi social masa itu, yang tergolong synchronis (sezaman, kontemporer dengan pendekatan fungsional). Ini berbeda dengan teori yang tergolong diachronic (yang menunjuk pada historikal atau pendekatan perkembangan, pada waktu mempelajari kebudayaan).
Teori sinkronis pada masa itu dapat berpengaruh, karena ada asumsi bahwa kebudayaan orang-orang “primitif” itu statis, karena tidak mempunyai sejarah. Teori ini menjadi sukar diterapkan pada teori konfigurasi kebudayaan, ia mulai diterapkan pada kebudayaan suatu bangsa (nation) yang dinamik sifatnya, yang mudah berubah.

Komentar tentang teori ini:
KEBUDAYAAN DICIPTAKAN OLEH MANUSIA DAN DITAATI OLEH MANUSIA ITU SENDIRI.TENTUNYA AKAN MENGALAMI SUATU PERUBAHAN DALAM SUATU WAKTU TERTENTU. DENGAN KEGEMARAN BENEDICT DENGAN HAL STATIS BERTOLAK BELAKANG DENGAN KENYATAAN BAHWA KEBUDAYAAN  AKAN SELALU BERKEMBANG BAHKAN BERUBAH SEIRING PERKEMBANGAN ZAMAN.

2.  TEORI GAYA HIDUP PETANI DESA
Robert Redfield terkenal terutama teori mengenai teorinya yang disebut Gaya Hidup Petani Desa (The Peasant styel of Life ) atau dapat disebut juga sebagai Tipe kepribadian petani desa (The personality Type Of the Peasant ). Teorinya ini dapat juga digolongkan ke dalam teori konfigurasi kebudayaan.
Untuk menerangkan teorinya ini, Redfield membedakan masyarakat di dunia ini menjadi tiga macam, masyarakat Folk (folk society); masyarakat petani desa  (peasant society) dalam masyarakat perkotaan (urban society) .
Masyarakat folk adalah masyarakat yang telah ada sebelum timbulnya kota. Istilah lain yang sinonim adalah tribal society yang dahulu sering disebut sebagai masyarakat “primitive”. Atau masyarakat terpencil Masyarakat folk memiliki sedikit sekali mendapatkan pengaruh dan perbedaan besar di dunia seperti Han (Cina), Yunani, India, Islam dan lain-lain.
Masyarakat pekotaan sudah tentu adalah masyarakat  yang berkembang di daerah perkotaan. Kebudayaan masyarakat ini sudah sangat maju sekali karena telah memperoleh pengaruh dari  bermacam – macam peradaban besar di dunia, bahkan banyak yang kini telah terpengaruh oleh peradaban modern.
Masyarakat petani desa adalah bentuk masyarakat folk dahulu, yang telah mendapat sentuhan (kontak) dengan masyarakat  pekotaan, sehingga mekereka telah pula terpengaruh kebudayaan modern. Walaupun sering kali juga pengaruhnya kurang mendalam, dan hanya bersifat superficial saja. Sebagai contoh di Indonesia ada banyak orang desa yang memakai jam tangan tampa dapat membacanya, sehingga jam yang dipakai itu dalam keadaan mati. Berbeda dengan masyarakat folk yang hidup dengan secara otonomi, maka masyarakat petani desa tidak demikian, karena ia tergantung sekali dari masyarakat pekotaan. Akibatnya, kebudayaannya pun tidak bersifat otonomi. Itulah sebabnya, Redfield mengatakan masyarakat petani desa bersifat setengah masyarakat (a half society) dan kebudayaan bersifat setengah kebudayaan (a half culture) (Redfield. 1967: 25-26).
Jadi masyarakat petani desa tidak ada sebelum terbentuknya kota. Hubungan masyarakat petani desa dengan masyarakat perkotaan adalah dalam hubungan simbolis, yakni saling menghidupi. Masyarakat petani desa memperoleh benda-benda indusrti yang canggih seperti elektronik pendidikan modern, perlindungan keamanaan, dan lain-lain dan masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat perkotaan memproduksi pertanian dan pertenankan dari masyarakat petani desa, tenaga kerja, dan lain-lain.
Redfiel percaya tentang adanya gaya hidup (life style) khas masyarakat petani desa , yakni di tandai oleh seperangkat sikap dan nilai sebagai berikut :
1.    Sikap yang Praktis dan mencari yang berfadah (utilitarian) terhadap alam. Montifikasinya untuk bekerja bukan saja untuk menghasilkan sesuatu bagi hidupnya, melainkan juga untuk memenuhi perintah dewa.
2.    Meraka lebih menonjolkan pada segi perasaan dari pada rasio
3.    Mereka sangat mengutamakan (concern) pada kesejahteraan hidup dan kepastian hidup.
4.    Mereka sangat prokreasi, yakni untuk mempunyai keturunan yang banyak.
5.    Mereka mendambakan kekayaan.                            
6. Menghubungkan keadilan social dengan pekerjaan.
Berdasarkan penelitian saya di beberapa desa seperti Trunyan di bali, dan Sitelu Banua di pulau Nias di bagian utara, saya berkesimpulan bahwa seperangkat sikap dan nilai petani desa, paling sedikit, dapat ditambah lagi dengan tiga sikap dan nilai yakni :
1.    Mereka bersifat konservatif
2.    Mereka gemar memamerkan kekayaan
3.    Strategi yang mereka pergunakan untuk menolak paksaan dari luar dan dengan cara penolakan yang bersifat (passive resistance).
Seperangkat sikap dan nilai petani desa tersebut adalah semacam weltanschauung atau pandangan hidup (world view) dari masyakat yang hidup di daerah pedasaan. Padangan hidup tersebut bersifat universal karena dapat ditemukan di temukan pada petani desa di dunia. Seperti Polandia, Cina, Kurdish, Guatamaia, Bali, Kalimantan Tengah, dan pulau Nias.
Tipe kepribadian orang petani desa seperti yang digambarkan petani desa, sebenarnya adalah semacam human type atau tipe manusia, yang dapat dikenal secara; agak tersebar di mana-mana, bersifat tahan lama. Dan timbul sebagai akibat peradaban (civilization). Gaya hidup semacam ini, mungkin diperkembangkan sebagai akibat adanya adaptasi dar sifat masyarakat folk, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baru, yang diakibatkan oleh timbulnya kota.
Masyarakat petani desa hidup karena mempertahankan sifat kegotong-royongan tradisional, yang bedasarkan solidaritas social masyarakat folk.  Hubungan kekerabatan masih memegang peranan penting. Tujuan hidupnya sudah terang, serta dirasakan dengan kuat. Tujuan tersebut seperti telah dikatakan di muka adalah untuk menjadi kaya, punya banyak keturunan, memperoleh keamanan dan kesejahteraan hidup. Sebaliknya, mereka juga segan-segan mengambil sifat modern untuk dijadikan bagian hidupnya, seperti berdagang dengan mempergunakan media uang, pengendalian social yang bersifat formal maupun informal mengenai ekonomi maupun politik.
Konsep Redfield mengenai seperangkat sikap dan nilai yang dimiliki masyarakat petani desa tersebu, sangat berguna untuk dijadikan penelitian secara desa tersebut, sangat berguna untuk di jadikan penelitian secara lintas budaya ( cross cultural studies). Sifat tipe kepribadian petani desa yang Dirumuskan Redfield tersebut, dapat kita bendingkan dengan konfigurasi kebudayaan Apollonian ruth Benedict.
Sebagai penutup bagian ini perlu kiranya ketahui juga bahwa di kota-kota besar Negara berkembang seperti Indonesia, ada juga komunitas yang mempunyai sifat petani desa. Komunitas tersebut adalah apa yang di sebut kampung di kota besar seperti Jakarta. Hal ini disebabkan karena dalam batas-batas tertentu masyarakatnya masih mempertahankan sikap dan nilai gaya hidup masyarakat petani desa. Sehingga tidak salahnya apabila kampung-kampung di kota, sebenarnya adalah desa-desa yang berada didalam kota.
Komentar tentang teori ini:
MASYARAKAT PETANI TIMBUL KARENA ADANYA MASYARAKAT FOLK DAN MASYARAKAT KOTA. SEIRING DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN MASYARAKAT FOLK SECARA PERLAHAN TERSENTUH MODERNISASI. DAN JIKA KEMAJUAN ITU MENJADIKAN MASYARAKAT FOLK PERLAHANMENJADI MAJU. 

3.      TEORI KEPRIBADIAN STATUS
Ralph Linton adalah ilmuan yang handal dalam mensintesikan segala hal. Dalam kebudayaan ia  memberi wawasan luas dalam banyak hal, terutama dala bahasa budaya dan kepribadian. Salah satu pemikirannya tentang peran dan status.Ia membahas peran dalam formula fungsionalisme. Bagi banyak ilmuan, fungsionalisme mengandung makna tujuan dan aspek matematik yang memandang bahwa dua hal dapat berubah bersama. Namun dalam pandangan Linton, fungsionalisme  berasal dari fungsi yang merujuk pada interelasi individu-individu. Ia menyatakan ciri dari kebudayaan dapat dilihat dari empat hal, yaitu bentuk yang merujuk pada pengaturan pola perilaku, makna merujuk pada asosiasi yang dibubuhkan pada elemen budaya oleh anggota masyarakat –yang mungkin bersifat subjektif dan tak disadari, guna terkait pada guna perlakuan berdasar konteks kultural, dan fungsi. Ia membahas bahwa status terkait dengan struktur serta hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat. Peran merujuk pada aspek perilaku terkait status.
Komentar tentang teori ini:
SETIAP ORANG MEMILIKI BERAGAM STATUS. DALAM SETIAP STATUS TERSEBUT SESEORANG DITUNTUT MENJADI PRIBADI YANG COCOK UNTUK MENJALANKAN PERAN DARI STATUSNYA. DALAM  HAL INI SESEORANG YANG TIDAK BISA MENEMPATKAN DIRI DALAM BERBAGAI PERUBAHAN KONDISI DALAM STATUSNYA AKAN MENGALAMI KONFLIK BATIN. SIKAP FLEKSIBELITAS DALAM BERBAGAI STATUS KURANG COCOK UNTUK SESEORANG YANG EGOSENTRIS. DAN SIKAPNYA SERING KALI MEMBUAT KONFLIK BATIN SEKALIGUS LINGKUNGAN LUAR JIKA SESEORANG YANG BERKEPRIBADIAN EKSTROVERT DENAGN EGOSENTRISNYA INGIN MENDUDUKI SEMUA STATUS SEKALIPUN STATUS YANG DITUNTUT BERKEPRIBADIAN INTROVERT.


4.      TEORI KEPRIBADIAN DASAR
Kepribadian dasar", atau basic personality structure, yang berarti: semua unsur kepribadian yang dimiliki bersama oleh suatu bagian besar dari warga sesuatu masyarakat itu. Kepribadian dasar itu ada karena semua individu warga dari suatu masyarakat itu mengalami pengaruh lingkungan kebudayaan yang sama selama masa tumbuhnya. Kaidah Penelitian KepribadianMerujuk cara yang dilakukan oleh para ilmuwan terdahulu, maka kebanyakan metodologi untuk mengumpulkan data mengenai kepribadian bangsa itu adalah dengan mengumpulkan suatu sampel dari individu-individu warga masyarakat yang menjadi obyek penelitian, kemudian tiap-tiap individu dalam sampel itu diteliti kepribadiannya dengan test-test psikologi. Hasilnya adalah suatu daftar ciri-ciri watak yang secara statistik ada pada suatu persentase yang besar dari individu-individu dalam sampel tadi. Dua hal yang dipelajari adalah :
1. Kepengasuhan anak, terkait dengan sosialisasi, Lebih ditekankan kepada masalah : cara kepengasuhan, intensitas/ frekuensi sosialisasi. Terutama dikembangkan oleh ahli antropologi terkenal, Margaret Mead.
2. Adat istiadat, mencakup etika, moral norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat. Lebih ditekankan kepada pengaruhnya atas muatan dari kepribadian umum. Di bawah ini adalah rujukan yang memuat kata-kata kunci sehingga kita mampu membedakan antara etika, moral, norma dan nilai.
Komentar tentang teori ini:
 STRUKTUR KEPRIBADIAN DASAR MENJADI ALAT MENYESUAIKAN DIRI  DALAM MASYARAKATNYA.DIAMANA KEPRIBADIAN DASAR DIBENTUK DARI PENGALAMAN-PENGALAMAN SEMACA KECIL.BAGAIMANA PENYESUAIAN DIRI SESEORANG JIKA LANGSUNG DIHADAPKAN DENGAN LINGKUNGAN YANG SANGAT BERBEDA DENGAN LINGKUNGAN PEMBENTUK KEPRIBADIANNYA. BAGAIMANA PRIBADI SESEORANG TERSEBUT DAPAT MENGATASI KONFLIK DIRI  PADA LINGKUNGAN YANG BARU APAKAH KEPRIBADIAN DASARNYA AKAN BERUBAH MENGIKUTI LINGKUNGAN YANG BARU ATAU BERUSAHA MERUBAH LINGKUNGAN MENJADI SEPERINYA.

5.      TEORI KEPRIBADIAN RATA-RATA
Teori kepribadian rata-rata (modal personality) timbul sebagai akibat  penelitian di pulau Alora yang dilakukan Cora Dubois. Istilah struktur Kepribadian rata-rata mirip sekali dengan struktur kepribadian dasar dari kardiner dan kawan-kawan, namun lebih dalam arti statistik, yaitu jika struktur kepribadian dasar dari suatu suku bangsa dianggap sebagai tipe kepribadian dari sebagai besar anggota suatu suku  bangsa, yakin sedikit 51 % dari jumlah seluruh anggotanya.  
Terjadinya tipe kepribadian rata-rata, menurut Cora Dubois adalah sebagai hasil saling pengaruh-mempengaruhi antara kecenderungan dengan pengalaman dasar, yang di tentukan oleh fisiologis dan neurologis. Tipe kepribadian rata-rata ini pada umumnya, ada pada kolektif manusia dalam usahanya menghadapi lingkungan kebudayaan, yang mengingkarinya/menolaknya (deny), dan memuaskan segala kebutuhanya.  Kebutuhan setiap kolektif dapat berbeda-beda, sehingga tepi kepribadian rata-ratanya dapat juga bereda.
Seperti telah disinggung sebelumnya, konsep tipe kepribadian rata-rata merupkan hasil penelitian Dubois di pulau Alor, dan penelitiannya ini merupakan penerapan dari konsep-konsep yang di kembangkan di berbagai seminar yang dilakukan oleh Kardiner dan kawan-kawan termasuk juga Dubois sendiri.
Tempat yang dijadikan sasaran penelitian di pulau Alor adalah desa Atimeleng. Pilau Alor sendiri terletak di NTT, Indonesia. Tepatnya di utara pulau Pimor.  Di sana Dubois mengadakan penelitian dilapangan  (field woark) selama 18 bulan (1938-1939).  Untuk mempersiapkan diri ia telah mempelajari bahasa Belanda, Melayu dan bahasa Alor yang ia sebut dengan bahasa Abui.
Selain mengumpulkan bahasa etnografi, ia juga mengumpilkan bhasa yang menggunakan metode yang dipinjam dari ilmu psikologi, seperti :
1.            Riwayat hidup yang agak panjang dari  delapan responden Alor.
2.            Hasil test Rorschach 37 responden Alor.
3.            Hasil test Asosiasi-asosiasi kata ( Word Association test) dari 36 responden.
4.            Hasil test porteus Maze 55 responden.
5.            Hasil test lukisan anak-anak (Children Drawing Test) dari 3 anak laki-laki dan 22 anak perempuan.
Selama berada di Atimelang Dubois juga membuka klinik pengobatan.
Menurut Debois, riwayat hidup yang dikumpulkan bukan berasa dari orang-orang yang dianggap sebagai tipe ideal ( ideal type) dari masyarakt Atimelang. Hal itu disebabkan karena orang-orang yang dianggap ideal disana terlalu sibuk untuk diwawancarai.
Dubois mengumpulkan data psikologi, karena ia telah mengikuti berbagai seminar yang dilanda Kardiner, Linton dan kawan-kawan sekitar 1936 dam 1937. Pengalamnya itu telah membuat ia berpendapat untuk menyusun srtuktur kepribadian dasar  bahan-bahan etnografis saja belum lah cukup, karena tidak dapat menjelaskan struktur watak ( character structur) dan dinamikanya (dynamic), atau penyebab terjadinya suatu prilaku, yang disebut juga motivasinya (motivation). Jadi test psikologi oleh  Dubois dipergunakan untuk pengesahan pembuktian kebenaran (procedure of volidatior). Pada masa itu pengumpulan data dengan test psikologi dilapanganoleh Linton masih di anggap sebagai suatu prosedur eksperimental.
Sekembalinya dari lapangan, Dubois menyerahkan data etnografinya kepada kardiner, kardiner dengan menggunakan metode analisis pskodinamika mengambil kesimpulan deduksi  dari kepribadian dasar seperti yang diharapkan mengenai orang Alor.
Data hasil pengumpulan dengan test psikologi dibagian dua. Data mengenai riwayat hidup diserahkan pada kardiner untuk dianalisis, sedangkan data hasil pengumpulan dengan test proyeksi diserahkan oleh ahlinya yakni Dr. Emil Obelholzer, maupun kardiner telah mempergunakan cara intrerpretasi buta (blind interpretation). Metode yang terakhir ini adalah pada waktu menganalisis data yang berbeda cara pengumpulanya, para peneliti selain tidak membaca dahulu etnografi Alor, juga tidak saling bertukar pikiran terlebih dahulu, melainkan bekerja sendiri-sendiri, dan baru membandingkan hasil analisisnya setelah selesai membuat kesimpulan masing-masing.
Setelah di adakan perbandingan diantara hasil analisa kardiner mengenai data etnografi dan riwayat hidup, dengan hasil analisi data Rorschach dan lain-lain, tenyata ada persamaan antara garis-garis besarnya.
Prosedur yang sama juga di tetapkan Dr. Trude Senmidt-Waener, pada waktu menganalisis test tulisan anak-anak yang dikumpulkan Dubois, dan ternyata hasilnya juga sama dengan kesimpulan yang ditarik kardiner dan oberholzer.
Etnografi Alor menurut Dubois adalah sebagai berikut para wanita si Atimelang adalah penghasil makanan (food producers), dengan cara menanam dan mengumpulkan sayur-mayur, sedangkan kaum laki-laki adalah pengurus pertukaran babi, gong, dan moko-moko. (kettledrum) secara sistem barter. Pembagian kerja berdasarkan perbedaan kelamin ini, berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian seorang Alor sejak masih kanak-kanak.
Sebagai akibat pekerjaanya, seorang ibu harus sudah kembali bekerja satu sampai dua minggu setelah melahirkan anak. Ia tidak membawa sera anaknya ke ladang, tetapi meninggalkanya dirumah, dibawah pejagaan ayahnya si anak, saudara laki-laki atau perempuan, atau kakek si anak. Oleh karenanya, si anak mengalami kehilangan hak untuk menyusu ( oral deprivation) sepanjang hari, biarpun kadang-kadang ia disusui oleh wanita lain, tetapi ini jarang terjadi. Seorang anak Alor baru dapat menyusui pada petang hari, pada waktu ibunya kembali dari ladang. Sebagai pengganti menyusu seorang anak dipijat-pijat alat kelaminya agar ia tenang.
Di Atimelang tidak ada latihan buang air besar  (toilet training), pada waktu seorang anak belom dapat berjalalan. Latihan buang air besar dilakukan pada waktu seorang anak berusia tiga tahun. Dan penyampihan di percepat jika ibunya melahirkan anak lagi.
Masa dari mulai dapat berjalan sampai usia 5-6 tahun menurut Dubois adalah masa paling besar tekanan jiwa (stress) bagi anak-anak Alor. Hal ini disebabkan karena pada masa itu si anak selain tidak dipenuhi kebutuhan oral, juga sudah tidak digendong lagi, yang berarti tidak terjadi kekurangan kontak tubuh dengan ibu kandungnya, sehingga mengalami apa yang disebut sebagai lapar sentuhan kulit (skin hunger). Biarpun kadang-kadang seorang anak kecil diberi makan selama si ibu tidak berada di rumah, pada umumnya seorang anak pada siang hari akan mengalami kelaparan.
Ciri khas anak-anak  kecil Alor adalah mereka suka merajuk ( temper tantrum ) sambil menangis dan menahan nafas sampai lama, senhingga mukanya berwarna biru . lama merajuk ini bisa sampai 20  menit . merajuk dimulai dengan memburu ibunya, dan setelah tidak berhasil menangkap ibunya,  ia menjadi jengkel dan membuang dirinya sendiri ke tanah, berguling sambil membentur-benturkan kepalanya di atas tanah.
Kebiasaan untuk merajuk ini berhenti, setelah si anak berusia 5-6 tahun, yakni sewaktu itu mulai memakai cawat, yang menandakan bahwa ia sudah besar sejak masa ini anak laki-laki mulai ikut kawan-kawan sebay anya untuk mencari makanan dihutan, atau mencuri diladang dan sebagainya.
Pengalaman masa kanak-kana yang kurang baik, karena dirampas hak untuk kenikmatan oral ( oral deprivation), mengakibatkan tokoh-tokoh orang tua tidak diidealisasikan. Akibatnya, pembentukan super ego menjadi lemah. Hal ini dapat menerangkan mengapa para dewa, roh-roh leluhur tidak di puja di Alor. Jika disana ada patung dewa yang dibuat pun, maka bentuknya sembarangan, dan hanya digunakan untuk upacara tertentu, serta kemudian dibuang.  Roh-roh disana tidak diberi tempat yang permanen dalam bentuk seperti atlar-atlar . Di Atimelang juga tidak ada perhatian di dunia sana (nirwarna).
Jadi kepribadian dasar di Alor di pengaruhi oleh prantara pertama, yang selanjutnya mempengaruhi pembetulan pranata kedua . sifat kepribadian  orang Alor adalah tidak percaya terhadap orang lain.
Karena penelitian di Alor ini termasuk penelitian perintis, maka teknik yang digunakan Dubois mengandung banyak kelemahan,. Hal ini terjadi terutama pada pengumpulan bahan mengenai riwayat hidup para respondenya. Para responden yang dipilih ternyata bukan termasuk orang-orang yang “ ideal” dimasyarakatnya.
Kelemahan penelitian ini kemudian diperbaiki oleh Thomas Gladewin dan Seymor B. Sarason, seorang antropolog dan psikolog, pada waktu mereka mengadakan penelitian di pilau Truk. Hasil penelitian mereka kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul “Truk” Man in Paradise (1953). Untuk memperoleh sampel yang representatif, mereka telah mempergunakan metode poll, yang berguna untuk memilih orang yang paling populer , kurang populer, dan tidak populer. Dari cara itu mereka telah memiliki 11 responden laki-laki dan 11 responden perempuan . seperti halnya di Alor, hasil penelitian di Truk juga membuktikan adanya kesimpulan yang sama dari metode penelitian analisis buta (blind analysis), terhadap hasil pengumpulan bahan secara metode test psikologi (test-test proyeksi).
Komentar tentang teori ini:
TEORI KEPRIBADIAN RATA-RATA OLEH DUBOIS DIDASARKAN ATAS PENELITIANNYA PADA MASYARAKAT ALOR. DAN MENYELARASKAN SEMUA KEPRIBADIAN ADALAH SAMA DISETIAP KELOMPOK.MASYARAKAT ALOR MERUPAKAN MASYARAKAT YANG MASIH BERSOLIDARITAS MEKANIS,SEHINGGA PENGARUH BEBERAPA ORANG PADA LINGKUNGAN ITU MEMPENGARUHI SEBAGIAN BESAR MASYARAKATNYA.APAKAH TEORI INI COCOK DITERAPKAN PADA MASYARAKAT YANG BERSOLIDARITAS ORGANIS DI LUAR MASYARAKAT ALOR




6.      TEORI KEPRIBADIAN ORANG MODERN
Teori kepribadian orang modern dirumuskan oleh Alex Inkeles, seorang guru besar ilmu sosiologi dari Universitas Harvard. Menurutnya, tujuan utama pembangunan ekonomi adalah memungkinkan setiap orang untuk mencapai suatu taraf hidup yang layak. Tetapi tidak seorangpun yang yakin bahwa kemajuan suatu Negara atau bangsa harus di ukur berdasarkan penghasilan nasional kotor (Gross National Product) serta penghasilan perkapita. Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita b didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.
 Pembangunan juga mencakup ide pendewaan politik, seperti yang tampak dalam suatu proses pemerintahan yang stabil dan teratur berdasarkan keinginan yang dinyatakan rakyat. Penyelenggaraan pendidikan rakyat juga termasuk kedalamnya, demikian juga dengan perkembangan kesenian, arsitektur, pertumbuhan alat – alat komunikasi dan bertambahnya waktu istirahat. Sesungguhnya, pada akhirnya ide pembangunan mengharuskan adanya perubahan yang merupakan alat untuk mencapai tujuan yang berupa pertumbuhan yang lebih lanjut lagi, dan bersamaan dengan itu, juga merupakan tujuan proses pembangunan itu sendiri (Inkelas, 1966 : 151). Perubahan watak manusia tersebut adalah perubahan watak dari yang tradisional menjadi modern.
Namun, apa yang dimaksud dengan manusia modern itu, dan apa yang membuatnya menjadi modern? Jawaban terhadap pertanyaan itu tidak dapat tidak akan bersifat controversial, dan hamper tdak seorangpun yang dapat membicarakannya tanpa terusik emosionalnya. Sebabnya tidak sulit dicari. Pertama, perubahan manusia dari yang lebih tradisional menjadi lebih modern, sering berarti melepaskan cara berfikir dan berperasaan yang telah berpuluh tahun serta berabad usianya, dan meninggalkan prinsip. Kedua, sifat yang membuat orang menjadi modern itu tidak sering tampak sebagai sebagai suatu cirri yang netral, tetapi merupakan ciri dari orang – orang Eropa, Amerika, atau orang barat pada umumnya yang hendak dipaksakan pada orang lain, untuk menjadikan mereka sama dengan orang barat tersebut. Ketiga, kebanyakan ciri yang disebut modern itu, dan dengan demikian yang diinginkan, sesungguhnya tidak berguna atau cocok bagi kehidupan dan keadaan dari mereka, yang dianjurkan atau dipaksakan untuk memilikinya.  Sebuah perspektif menegaskan bahwa modern adalah suatu keadaan dimana masyarakat telah menghasilkan produk-produk secara massal guna memenuhi kebutuhan sehingga kehidupan menjadi lebih mudah. Lalu Postmodern adalah keadaan dimana produk-produk yang dihasilkan diciptakan justru untuk menciptakan kebutuhan-kebutuhan. Sementara itu, tradisional dinilai sebagai keadaan dimana produk-produk yang dihasilkan masyarakat hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat saja. Dalam masyarakat tradisional tidak ada produksi massal. Jika ditelusur akan sangat banyak pembedaan-pembedaan antara modern dan bukan modern, namun untuk kepentingan tulisan ini cukuplah dengan kita menyepakati modern sebagai situasi yang kita alami sekarang.
Bagaimanakah manusia modern?
Jika keadaan sekarang ini disebut modern, lalu apakah kita yang hidup saat ini dikategorikan sebagai manusia modern? Menurut Alex Inkeles, Guru Besar Sosiologi Universitas Harvard, jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Kita memenuhi satu tanda khas dari manusia modern, yakni ciri luar dari manusia modern. Ciri luar itu berkaitan dengan dengan keterlibatan kita dalam urbanisasi, pendidikan, politikisasi, industrialisasi, dan komunikasi massa. Juga ditandai dengan terlepasnya individu-individu dari jaringan-jaringan keluarga dekat; orang semakin impersonal dalam berhubungan dengan orang lain. Ciri-ciri itu adalah ciri-ciri keadaan lingkungan bagi manusia modern, yang tidak cukup untuk mengatakan orang-orang yang terlibat dalam ciri-ciri itu sebagai manusia modern. Sebagai manusia modern, seseorang harus memenuhi ciri dalam yang berkaitan dengan semangat, cara merasa, cara berpikir, dan cara bertindak modern.
Menurut Alex Inkeles, setidaknya ada sembilan tema yang mendasari definisi-definisi bagi manusia modern:
1. Tema yang berkaitan dengan hal-hal baru
Manusia modern memiliki kesediaan untuk menerima pengalaman baru dan keterbukaannya bagi pembaharuan dan perubahan.
2. Tema yang berkait dengan dunia opini.
Memiliki kesanggupan untuk membentuk atau mepunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan-persoalan dan hal-hal yang timbul disekitarnya maupun di dunia luar.
a. Demokratis, dalam arti sadar akan keragaman sikap dan opini disekitarnya, dan tidak menutup diri denagn menyangka semua orang mempunyai pendapat yang sama dengan dirinya.
b. Menerima pendapat-pendapat yang berbeda tanpa perlu tegas atau keras menolaknya karena khawatir kalau pendapat-pendapat itu akan menghancurkan pandangan-pandangan dunianya.
c. Tidak menerima opini secara otokratis dan hierarkis. Manusia modern tidak segera menerima ide-ide dari orang yang lebih tinggi kedudukannya dan segera menolak pendapat-pendapat dari orang-orang yang lebih rendah kedudukannya. Ide dari pihak manapun didengar dan dihargai sama, serta hanya dinilai berdasarkan kualitas idenya saja.
3. Tema yang berkaitan dengan konsepsi waktu.
a. Manusia modern berorientasi waktu kekinian dan masa depan, bukannya masa lampau.
b. Manusia modern selalu tepat waktu
c. Manusia modern memiliki waktu-waktu tetap (jadwal) sehingga hidupnya terencana dan teratur.
4. Tema yang berkait dengan perencanaan.
Manusia modern menginginkan terlibat dalam perencanaan akan hal-hal yang berkait dengan hidupnya dan organisasi, serta menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar.
5. Tema yang berkait dengan keyakinan akan kemampuan manusia
Manusia modern yakin bahwa orang dapat belajar, dalam batas-batas tertentu untuk menguasai alam, untuk kepentingannnya sndiri, bukan dikuasai seluruhnya oleh alam.
6. Tema yang berkait dengan kemampuan memperhitungkan segala sesuatu.
7. Tema yang berkait dengan harga diri
Manusia modern adalah orang-orang yang sadar akan harga diriorang-orang lain dan bersedia menghargainya.
8. Tema ilmu dan teknologi, dimana sangat dipercayai oleh Manusia modern.
9. Tema tentang keadilan.
Manusia modern percaya bahwa ganjaran-ganjaran seharusnya diberikan sesuai dengan tindakan-tindakan, bukan karena hal-hal atau sifat-sifat yang dimiliki seseorang yang tidak ada hubungannya dengan tindakannya.
Ciri khas orang modern ada dua macam : yang satu merupakan ciri luar dan lainnya merupakan cirri dalam. Yang pertama mengenai lingkungan alam, dan yang kedua,  mengenai sikap, nilai, dan perasaan.
Perubahan keadaan ciri luar yang dialami manusia modern telah banyak dikenal dan dicatat,sehingga tidak perlu lagi berpanjang – panjang, cukup diringkas saja dengan mempergunakan beberapa istilah pokok seperti : urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota), pendidikan, politiksasi komunikasi masa, dan indutrialisasi.
Komentar tentang teori ini:
Perubahan keadaan ciri dalam yang dialami orang modern banyak disentuh orang, walaupun sebenarnya jenis perubahan ini adalah lebih penting dari pada keadaan ciri luar saja






7.      TEORI DETERMINISM MASA KANAK-KANAK
  • Hipotesa Latihan Buang Air Besar
Menurut Geofrey Gorer (1943) dalam artikelnya yang berjudul; “THEMES IN JAPANESE CULTURE (1949)” watak bangsa jepang menunjukan keterpukauan perhatian dan orang jepang juga berkelebihan terhadap upacara kerapian,dan ketertiban sehingga dapat dibandingkan dengan sifat gangguan jiwa’’atau disebut juga Compulsive Neurotic,yaitu gangguan jiwa yang berbuat sesuatu di luar keinginannya,yang menghinggapi beberapa penduduk di eropa.Menurut hipotesanya, penyebab utamanya adalah latihan buang air besar (toilet training) yang di peroleh semasa kanak-kanak.
Menurut Gorer dibalik sifat orang jepang yang rapi dan tertib ini ada keinginan tersembunyi untuk berbuat agresif,upacara yang sifatnya teliti sebenarnya adalah saluran dari golongan hati yang berbahaya. Sifat permusuhan yang terpendam oleh orang jepang ditimbulkan sebagai akibat kebencian sewaktu bayi, yang dipaksa untuk melakukan sesuatu yang ia tidak mengerti’’karna harus mengendalikan otot lubang duburnya sebelum ia dapat menguasainya.
Kebencian ini akan tetap merupakan sebagian dari kepribadiannya setelah dewasa nanti, inisemua berdasarkan pada teori Ortodoks Freudian. Dalam keadaan normal, orang jepang tidak memberi kesempatan bagi penyaluran rasa kebencian ini,sehingga oleh individu harus ditekan.Akibatnya jika ada peluang,agresif tersbut akan meletup secara kuat seperti terlihat pada masa perang dunia ke.2” orang jepang yang pada masa damai terkenal sebagai bangsa yang bersifat halus tertib,akan bertindak kejam dan sadistis terhadap musuh-musuhnya.
Hipotesa yang dibuat oleh Gorer ini sudah tentu terlalu bersifat determinisme masa kanak-kanak,sehingga mendapat kritik dari sarjana lain. Dan menurut Robert N, Bella, bahwa penyebab terbentuknya sifat tertib dan rapi orang jepang adalah kode samurai (samurai code) yang berkembang sejak zaman Tokugawa.Kode samurai ini tersebar dan mempengaruhi para pedagang dan petani, melalui gerakan-keagamaan’’ Kode samurai ini dapat dibandingkan dengan etik protestan, yang diciri oleh sifat suka bekerja keras dan pengingkaran terhadap kenikmatan diri (Bella,1957).
Komentar tentang teori ini:
Dalam penentangan pendapat Gorer oleh Robert N Bella dalam pendangan pembentukan sifat rapid an disiplin orang Jepang. Menurut saya pengaruh pembentukan sifat rapi  dan disiplin anak Jepang lebih condong  pada pelatihan Toilet Training daripada kode samurai. Karena Toilet Training diterapkan dan dilatihkan sejak dini dan oleh orang terdekat, dan pernanaman ini telah dilaksanakan lama bahkan sebelum disebut membudaya. Sifat ini lebih terbentuk karena sangat tertanam atas perlakuan toilet training. Dibandingkan dengan kode samurai, Kode samurai ditanamkan dan disosialisasikan pada anak dengan suatu penguniversalan dan pemaksaan anak menlakukan ke 8 kode samurai itu, bukan atas perilaku yang ditanamkan. Kode samurai itu sendiri muncul pada zaman Tokugawa yang menjelaskan bahwa tidak ada penanaman melalui kode itu sebelum zaman itu. Dengan kata lain kode itu merupakan penguniversalan apa yang telah dilakukan dalam pendidikan anak.

8.      TEORI WATAK BANGSA
Ketegangan Perang Dunia ke dua menyebabkan para ahli antropologi-psikologi ( antara lain Benedict) berusaha melukiskan struktur kepribadian tipikal suatu bangsa.Tujuannya adalah untuk mengetahui kepribadian kawan dan lawan pada saat perang. Penelitiannya menggunakan data penelitian lain yang digunakan sebelumnya disamping metoda penelitian budaya dari jauh (yang diteliti  folklore, sastra, film, drama,  pidato,politik, dan propaganda).
Dalam kaitannya dengan watak bangsa ini adalah istilah-istilah  lainnya seperti way of life, ethos, collective ideals, mode distribution.
(a)   Teori Watak Bangsa sebagai atak Kebudayaan ( cultural character)
Margareth Mead mendefinisikan watak bangsa sebagai : kesamaan sifat di dalam organisasi intra-psikis individu anggota masyarakat karena mengalami cara pengasuhan anak yang sama dalam kebudayaan masyarakatnya.
Praktek pengasuhan anak dapat dijadikan kunci pembuka rahasia watak orang dewasa
(b)   Teori Watak Bangsa sebagai Watak Masyarakat ( Social character)
Erich Fromm menyebut watak bangsa dengan sebutan watak masyarakat. Dalam watak masyarakat ini kepentingan pribadi telah identik dengan kepentingan masyarakat. Kemerdekaan perorangan dikalahkan demi eksistensi masyarakat.
(c)     Teori Watak Bangsa sebagai Watak Kesukuan
Setiap suku mempunyai kondisi demografis serta pola pengasuhan anak yang berbeda-beda. Watak kesukuan ini sangat dipengaruhioleh pola asuh anak dalam sukunya dan kondisi demografis masyarakatnya.
(d)   Teori Watak Bangsa sebagai Kepribadian Rata-rata
Menurut Indeks Inkeles dan Levinson bahwa watak bangsa seharusnya disamakan dengan struktur kepribadian rata-rata. Inkeles yang berada di pusat penelitian Rusia Universitas Harvard mengadakan penelitian pada orang-orang Rusia untuk menyimpulkan pola kepribadian rata-rata Dari hasl penelitiannya dia berkomentar bahwa tidak semua orang Rusia memiliki watak yang sama.
Komentar tentang teori ini:
Watak bangsa dalam hal ini menerangkan pola pengasuhan anak kolektif, baik dari kebudyaan , suku, dan kepribadian rata-rata. Semua kolektifitas adalah hasil dari pembudayaan dan penguniversalan perilaku yang ada pada sebagian besar masyarakat, tetapi proses cepat pembudayaan dan penguniversalan ini, terjadi pada masyarakat yang mekanis. Jika disimpulkan suatu kepribadian  ataupun wata bangsa pada masyarakat yang individualis dalam hal ini berorientai pada hal subjektif dan memiliki cara mengeksistensikan dirinya tanpa mencontoh orang lain., hubungan masyarakat merenggang , dan budaya kolektifitasnya akan sulit disimpulkan.

0 komentar:

Posting Komentar