Gestalt adalah sebuah teori yang
menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi
yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt
beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya
mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt
Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa
seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai
kesatuan yang utuh.
Teori Belajar Gestalt
Perintis teori Gestalt ini ialah Chr.
Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“ (1890). Aliran ini
menekankan pentingnya keseluruhan
yaitu sesuatu yang melebihi jumlah
unsur-unsurnya dan timbul lebih dulu dari pada bagian-bagiannya.
Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang
berlawanan dengan konsepsi aliran-aliran lain . Bagi yang mengikuti aliran
Gestalt perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi
itu yang primer ialah keseluruhan , sedangkan bagian –bagiannya adalah
sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain ;
keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
Contohnya kalau kita bertemu dengan
seorang teman misalnya, dari kejahuan yang kita saksikan terlebih dahulu
bukanlah bajunya yang baru , melainkan teman kita itu secara keseluruhan
selanjutnya baru kemudian kita saksikan adanya hal-hal khusus tertentu misalnya
baju yang baru.
Selanjutnya Wertheimer, seorang yang di pandang pendiri aliran ini
mengemukakan eksperimennya mengenai
“Scheinbewegung“ (gerak semu) memberikan kesimpulan, bahwa pengamatan
mengandung hal yang melebihi jumlah unsur-unsurnya. Penelitian dalam
bidang optik ini juga di pandang berlaku ( kesimpulan serta prinsip-prinsipnya
) di bidang lain, seperti misalnya di
bidang belajar.
Pokok-pokok Teori Belajar Gestalt
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan ( persepsi ) dan mencapai sukses yang
terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan latar
belakang dan organisasinya terhadap proses-proses yang diamati secara
fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh dikatakan tidak dapat di bantah.
Ketika para ahli Psikologi Gestalt
beralih dari masalah pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah
kuat / sukses dalam penelitian mengenai
pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai belajar . Karena asumsi
bahwa hukum –hukum atau prinsip-prinsip
yang berlaku pada proses pengamatan
dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami proses belajar
orang perlu memahami hukum-hukum yang
menguasai proses pengamatan itu.
Pada pengamatan itu menekankan perhatian
pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia . Pemahaman dan persepsi tentang hubungan-hubungan dalam
kebulatan (entities) adalah sangat esensial dalam belajar. Psikologi Gestalt
ini terkenal juga sebagai teori medan (field) atau lazim disebut cognitive
field theory. Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni suatu
prinsip dasar bahwa pengalaman manusia memiliki kekayaan medan yang memuat
fenomena keseluruhan lebuh dari pada bagian- bagiannya.
Keseluruhan ini memberikan beberapa
prinsip belajar yang penting, antara lain :
Manusia bereaksi dengan lingkunganya
secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik,
emosional,sosial dan sebagainya
Belajar adalah penyesuaian diri dengan
lingkungan.
Manusia berkembang sebagai keseluruhan
sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
Belajar adalah perkembangan kearah
diferensiasi ynag lebih luas.
Belajar hanya berhasil, apabila tercapai
kematangan untuk memperoleh insight.
Tidak mungkin ada belajar tanpa ada
kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan yang mengerakan seluruh
organisme.
Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
Belajar merupakan suatu proses bila
seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Belajar sangat menguntungkan untuk
kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga relevan dengan konsep
teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar memecahkan masalah
diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian bagaiman
seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut
J. Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
Realisasi adanya masalah. Jadi harus
memehami apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan
Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan
yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
Mengumpulkan data atau informasi, dengan
bacaan atau sumber-sumber lain.
Menilai dan mencobakan usah pembuktian
hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh.
Mengambil kesimpulan, membuat laporan
atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.
Teori medan ini mengibaratkan pengalaman
manusia sebagai lagu atau melodi yang lebih daripada kumpulan not, demikian
pila pengalaman manusia tidak dapat dipersepsi sebagai sesuatu yang terisolasi
dari lingkungannya. Dengan kata lain berbeda dengan teori asosiasi maka toeri
medan ini melihat makna dari suatu fenomena yang relatif terhadap
lingkungannya. Sesuatu dipersepsi sebagai pendek jika objek lain lebih panjang.
Warna abu-abu akan terlihat lebih cerah pada bidang berlaatr belakang hitam
pekat. Warna abu-abu akan terliaht biru pada latar berwarna kuning.
Belajar melibatkan proses
mengorganisasikan pengalaman-pengalaman kedalam pola-pola yang sistematis dan
bermakna. Belajar bukan merupakan penjumalahan (aditif), sebaliknya belajar
mulai dengan mempersepsi keseluruhan, lambat laun terjadi proses diferensiasi,
yakni menangkapbagian bagian dan detail suatu objek pengalaman. Dengan memahami
bagian / detail, maka persepsi awalakan keseluruhan objek yang semula masih
agak kabur menjadi semakin jelas. Belajar menurut paham ini merupakan bagian
dari masalah yang lebih besar yakni mengorganisasikan persepsi kedalam suatu
struktur yang lebih kompleks yang makin menambah pemahaman akan medan. Medan
diartikan sebagaikeseluruhan dunia yang
bersifat psikologis. Seseorang meraksi terhadap lingkungan seauai dengan
persepsinya terhadap lingkungan pada saat tersebut. Manusia mempersepsi
lingkungan secara selektif, tidak semua objek masuk kedalam fokus persepsi
individu, sebagian berfungsi hanya sebagai latar.
Tekanan ke-2 pada psikologi medan ini
adalah sifat bertujuan dari prilaku manusia. Individu menetaokan tujuan
berdasarkan tilikan (insight) terhadap situasi yang dihadapinya. Prilakunya
akan dinilai cerdas atau dungu tergantung kepada memadai atau tidaknya
pemahamanya akan situasi.
Hukum-Hukum Belajar Gestalt
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini
ada satu hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz, dan empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang
pokok itu,yaitu hukum –hukum keterdekatan , ketertutupan, kesamaan , dan
kontinuitas.
1.
Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz ini menunjukkan tentang
berarahnya segala kejadian , yaitu berarah kepada Pragnaz itu, yaitu suatu
keadaan yang seimbang, suatu Gestalt
yang baik. Gestalt yang baik , keadaan yang seimbang ini mencakup sifat-sifat
keturunan, kesederhanaan ,kestabilan, simetri dan sebagainya.
Medan pengamatan, jadi juga setiap hal
yang dihadapi oleh individu, mempunyai sifat dinamis, yaitu cendrung untuk
menuju keadaan Pragnaz itu , keadaan seimbang . Keadaan yang problematis adalah
keadaan yang tidak Pragnaz, tidak teratur, tidak sederhana, tidak stabil, tidak
simetri , dan sebagainya dan pemecahan problem itu ialah mengadakan perubahan
kedalam struktur medan atau hal itu dengan memasukkan hal-hal yang dapat membawa hal problematis ke
sifat Pragnaz.
2. Hukum-hukum
tambahan
Ahli-ahli psikologi Gestalt telah
mengadakan penelitian secara luas dalam bidang penglihatan dan akhirnya mereka
menemukan bahwaobjek-objek penglihatan itu membentuk diri menjadi
Gestalt-gestalt menurut prinsip-prinsip tertentu. Adapun prisip-prinsip
tersebut dapat dilihat pada hukum-hukum, yaitu :
Hukum keterdekatan
Hukum ketertutupan
Hukum kesamaan
Selain dari hukum-hukum tambahan
tersebut menurut aliran teori belajar gestalt ini bahwa seseorang dikatan
belajar jika mendapatkan insight. Insight ini diperoleh kalau seseorang melihat
hubungan tertentu antara berbagai unsur dalan situasi tertentu. Dengan adanya
insight maka didapatlah pemecahan problem, dimengertinya persoalan; inilah inti
belajar. Jadi yang penting bukanlah mengulang- ulang hal yang harus dipelajari,
tetapi mengertinya, mendapatkan insight.
Adapun timbulnya insight itu tergantung
a. Kesangupan
Maksudnya kesanguapan atau kemampuan
intelegensi individu.
b. Pengalaman
Karena belajar, berati akan mendapatkan
pengalaman dan pengalaman itu mempermudah munculnya insght.
c. Taraf kompleksitas dari suatu
situasi.
Dimana semakin komplek situasinya
semakin sulit masalah yang dihadapi.
d. Latihan
Dengan banyaknya latihan akan dapat
mempertinggi kesangupan memperoleh insight, dalam situasi-situasi yang
bersamaan yang telah dilatih .
e. Trial and eror
Sering seseorang itu tidak dapat
memecahkan suatu masalah. Baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, sesorang
itu dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga
akhirnya menemukan insight.
Menurut Hilgard(1948 : 190-195)
memberikan enam macam sifat khas belajar dengan insight :
1. Insight termasuk pada kemampuan dasar
Kemampuan dasar berbeda-beda dari
individu yang satu ke individu yang lain. Pada umumnya anak yang masih sangat
muda sukar untuk belajar dengan insight ini.
2. Insight itu tergantung pengalaman
masa lampau yang relevan.
3. Insight tergantung kepada pengaturan secara
eksperimental
4. Insight itu didahului oleh suatu
periode coba-coba
5. Belajar dengan insight itu dapat
diulangi
6. Insight yang telah sekali didapatkan
dapat dipergunakan untuk menghadapi
situasi-situasi yang baru
Teori gestalt banyak dipakai dalam
proses desain dan cabang seni rupa lainnya, karena banyak menjelaskan bagaimana
persepsi visual bisa terbentuk. Persepsi jenis ini bisa terbentuk karena:
Kedekatan posisi (proximity)
Kesamaan bentuk (similiarity)
Penutupan bentuk (closure)
Kesinambungan pola (continuity)
Kesamaan arah gerak (common fate)
Faktor inilah yang menyebabkan kita
sering bisa merasakan keteraturan dari pola-pola yang sebenarnya acak. Misalnya
saat seseorang melihat awan, dia dengan mudah bisa menemukan bentuk muka
seseorang. Hal ini disebut pragnan.
Terbentuknya perilaku dapat terjadi
karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang
kedua inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia.
Terbentuknya dan perubahan perilaku karena
proses interaksi antara individu dengan lingkungan ini melalui suatu proses
yakni proses belajar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku dan proses belajar itu
sangat erat kaitannya. Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses belajar.
Dibawah ini akan diuraikan beberapa
teori proses belajar.
1. Teori Stimulus dan Transformasi
Perkembangan teori proses belajar yang
ada dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok besar, yakni stimulus-respons yang
kurang memperhitungkan faktor internal dan teori transformasi yang telah
memperhitungkan faktor internal.
Teori stimulus-respons yang berpangkal
pada psikologi asosiasi dirintis oleh John Locke dan Heart. Didalam teori ini
apa yang terjadi pada diri subjek belajar merupakan rahasia atau biasa dilihat
sebagai kotak hitam (black box).
Belajar adalah mengambil
tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan
mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian
stimulus atau rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus
maka makin memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Teori ini tidak
memperhitungkan faktor internal yang terjadi pada subjek belajar.
Kelompok teori proses belajar yang kedua
sudah memperhitungkan faktor internal, antar lain :
a. Teori
transformasi yang berlandaskan pada psikologi kognitif seperti yang dirumuskan
oleh Neiser, yang mengatakan bahwa proses belajar adalah transformasi dari
masukan (input) kemudian input tersebut direduksi, diuraikan, disimpan,
ditemukan kembali dan dimanfaatkan.
Transformasi
dari input sensoris bersifat aktif melalui proses seleksi untuk dimasukkan ke
dalam ingatan (memory). Meskipun teori ini dikembangkan berdasarkan psikologi
kognitif tetapi tidak membatasi penelaahannya pada domain pengetahuan
(kognitif) saja tetapi juga meliputi domain yang lain (afektif dan psikomotor).
Para ahli
psikologi kognitif juga memperhitungkan faktor eksternal dan internal dalam
mengembangkan teorinya. Mereka berpendapat bahwa kegiatan belajar merupakan
proses yang bersifat internal dimana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. Proses ini dapat
digambarkan pada diagram (lihat gambar).
b. Teori Gestalt
mendasarkan pada teori belajar pada psikologi Gestalt yang beranggapan bahwa
setiap fenomena terdiri dari suatu kesatuan esensial yang melebihi jumlah
unsur-unsurnya.
Bahwa
keseluruhan itu lebih daripada bagian-bagiannya. Didalam peristiwa belajar,
keseluruhan situasi belajar itu amat penting karena belajar merupakan interaksi
antara subjek belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya para ahli psikologi
Gestalt tersebut menyimpulkan, seseorang dikatakan belajar bila ia memperoleh
pemahaman (insight) dalam situasi problematis.
Pemahaman itu
ditandai dengan adanya a) suatu perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tak
berdaya menjadi keadaan yang mampu menguasai atau memecahkan masalah (problem)
b) adanya retensi c) adanya peristiwa transfer. Pemahaman yang diperoleh dari
situasi, dibawa dan dimanfaatkan atau ditransfer ke dalam situasi lain yang
mempunyai pola atau struktur yang sama atau hampir sama secara keseluruhannya
(bukan detailnya).
2. Teori-Teori Belajar Sosial (Social
Learning)
Untuk melangsung kehidupan, manusia
perlu belajar. Dalam hal ini ada 2 macam belajar, yaitu belajar secara fisik,
misalnya menari, olah raga, mengendarai mobil, dan sebagainya, dan belajar
psikis.
Dalam belajar psikis ini termasuk juga
belajar sosial (social learning) dimana seseorang mempelajari perannya dan
peran-peran orang lain dalam konteks sosial. Selanjutnya orang tersebut akan
menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran orang lain atau peran sosial yang
telah dipelajari.
Cara yang sangat penting dalam belajar
sosial menurut teori stimulus-respons adalah tingkah laku tiruan (imitation).
Teori dengan tingkah laku tiruan yang penting disajikan disini adalah teori
dari Millers, NE dan Dollard, serta teori Bandura A. dan Walter RH.
2.1 Teori
Belajar Sosial dan Tiruan Dari Millers dan Dollard
Pandangan
Millers dan Dollard bertitik tolak pada teori Hull yang kemudian dikembangkan
menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu
merupakan hasil belajar. Oleh karena itu untuk memahami tingkah laku sosial dan
proses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar.
Prinsip belajar
itu terdiri dari 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas
(respons), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama
lain, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi respons, respons menjadi
ganjaran, dan seterusnya.
Dorongan adalah
rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk bertingkah laku.
Stimulus-stimulus yang cukup kuat pada umumnya bersifat biologis seperti lapar,
haus, seks, kejenuhan, dan sebagainya. Stimulus-stimulus ini disebut dorongan
primer yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut Miller dan Dollard
semua tingkah laku (termasuk tingkah laku tiruan) didasari oleh
dorongan-dorongan primer ini.
Isyarat adalah
rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respons akan timbul dan
terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Didalam
belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik
yang langsung ditujukan orang tertentu maupun yang tidak, misalnya anggukan
kepala merupakan isyarat untuk setuju, uluran tangan merupakan isyarat untuk
berjabat tangan.
Mengenai tingkah
laku balas (respons), mereka berpendapat bahwa manusia mempunyai hirarki bawaan
tingkah laku. Pada saat manusia dihadapkan untuk pertama kali kepada suatu
rangsangan tertentu maka respons (tingkah laku balas) yang timbul didasarkan
pada hirarki bawaan tersebut. Setelah beberapa kali terjadi ganjaran dan
hukuman maka tingkah laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat
tersebut disusun menjadi hirarki resultan (resultant hierarchy of respons).
Disinilah
pentingnya belajar dengan coba-coba dan ralat (trial and error learning). Dalam
tingkah laku sosial, belajar coba-ralat dikurangi dengan belajar tiruan dimana
seseorang tinggal meniru tingkah laku orang lain untuk dapat memberikan respons
yang tepat. Sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan
coba-ralat.
Ganjaran adalah
rangsang yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak dalam
kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard ada 2 reward atau ganjaran,
yakni ganjaran primer yang memenuhi dorongan-dorongan primer dan ganjaran
sekunder yang memenuhi dorongan-dorongan sekunder.
Lebih lanjut
mereka membedakan 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan, yakni :
a. Tingkah Laku
Sama
Tingkah laku ini
terjadi pada 2 orang yang bertingkah laku balas (respons) sama terhadap
rangsangan atau isyarat yang sama. Contoh 2 orang yang berbelanja di toko yang
sama dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini tidak selalu hasil
tiruan maka tidak dibahas lebih lanjut oleh pembuat teori.
b. Tingkah laku
Tergantung (Matched Dependent Behavior)
Tingkah laku ini
timbul dalam interaksi antara 2 pihak dimana salah satu pihak mempunyai
kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua, dan sebagainya) dari pihak
yang lain. Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan
menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung (dependent) pada pihak
yang lebih.
Misalnya kakak
adik yang sedang bermain menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka
membawa coklat. Terdengar ibunya pulang, kakak segera menjemput ibunya kemudian
diikuti oleh adiknya. Ternyata mereka mendapatkan coklat (ganjaran). Adiknya
yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, dilain waktu meskipun kakaknya
tidak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
c. Tingkah Laku
Salinan (Copying Behavior)
Seperti tingkah
laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas dasar
isyarat yang berupa tingkah laku pula yang diberikan oleh model. Demikian juga
dalam tingkah laku salinan ini, pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar
terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan.
Perbedaannya
dengan tingkah laku tergantung adalah dalam tingkah laku tergantung ini si
peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada
saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan
juga tingkah laku model di masa yang lalu maupun yang akan dilakukan di waktu
mendatang.
Hal ini berarti
perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang relatif panjang ini
akan dijadikan patokan oleh di peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri
dimasa yang akan datang sehingga lebih mendekati tingkah laku model.
3. Teori Belajar
Sosial dari Bandura dan Walter
Teori belajar
sosial yang dikemukakan Bandura dan Walter ini disebut teori proses pengganti.
Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan adalah suatu bentuk asosiasi
dari rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat (reinforcement) memang
memperkuat tingkah laku balas (respons) tetapi dalam proses belajar sosial, hal
ini tidak terlalu penting.
Aplikasi teori
ini adalah apabila seseorang melihat suatu rangsang dan ia melihat model
bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu maka dalam khayalan atau
imajinasi orang tersebut, terjadi rangkaian simbol-simbol yang menggambarkan
rangsang dari tingkah laku tersebut. Rangkaian simbol-simbol ini merupakan
pengganti dari hubungan rangsang balas yang nyata dan melalui asosiasi, si peniru
akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah laku model.
Terlepas dari
ada atau tidak adanya rangsang, proses asosiasi tersembunyi ini sangat dibantu
oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu, dalam proses ini tidak ada
cara-coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata karena
semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu.
Hal yang penting
disini adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku peniru. Menurut
Bandura, pengaruh tingkah laku model terhadap tingkah laku peniru ini dibedakan
menjadi 3 macam, yakni :
a. Efek modeling
(modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah-tingkah laku baru melalui
asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
b. Efek
menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition) dimana
tingkah-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat
timbulnya sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model
dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
c. Efek
kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah-tingkah laku yang sudah pernah
dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku
model.
Akhirnya bandura
dan Walter menyatakan bahwa teori proses pengganti ini dapat pula menerangkan
gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan emosi yang ada pada model.
Contohnya seseorang yag mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang
mengerikan maka ia berdesis, menyeringai bahkan sampai menangis ikut merasakan
penderitaan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar